JAKARTA- Ratusan pegawai dan pimpinan musyawarah pimpinan daerah (muspida) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur, yang pernah kebagian uang insentif bagi hasil migas puluhan miliar selama 2001 sampai 2005, dipastikan takkan diperkarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)KPK akhirnya mengaku belum punya dasar hukum kuat untuk menjerat atau menagih mereka
BACA JUGA: Laporan dari Ngruki Belum Masuk Mabes
Pijakan hukum diharapkan segera muncul dari yurisprudensi -- putusan hakim yang kemudian dijadikan pedoman oleh hakim lain-- pada putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap Bupati Pelalawan, Riau, Tengku Azmun Jaafar.Direktur Penuntutan KPK Ferry Wibisono menyebutkan, yurisprudensi yang ditunggu terkait orang-orang yang ikut menerima uang hasil korupsi, tapi tak terjangkau oleh hukum
BACA JUGA: Tujuh Anggota OPM Ditangkap
Tapi untuk mereka yang tak terlalu terlibat tapi ikut menikmati uang korupsi, malah sering tak terjamahDari kasus penerbitan Izin Pemanfaatan Kayu, Tengku merugikan negara mencapai Rp 1,208 triliun
BACA JUGA: BPK Ingin Tahu Cara Tentara Urus Uang
Sedangkan putusan hakim pertama dan banding Tipikor menyebutkan hanya Rp 19,8 miliar yang dinikmati TengkuSisa kerugian negara inilah yang kini tengah dikejar KPK lewat yurisprudensi MAYurisprudensi akan digunakan sampai ada aturan jelas atau undang-undang khusus, tentang pengembalian uang kasus korupsiAdanya pihak yang ikut menikmati uang korupsi tapi tak diperkarakan juga ditemui dalam kasus SyaukaniUntuk penerbitan SK Bupati soal pembagian dana bagi hasil migas, negara dirugkan mencapai Rp 93.204.157.865,76, sedangkan Syaukani yang sudah divonis 6 tahun penjara mendapat Rp 27.843.988.279,95 dan telah dikembalikanSelisih Rp 66 miliar inilah yang sempat akan ditagih oleh KPK kepada para penerima dana bagi hasil migas, diantaranya, pegawai Dinas Pendapatan Daerah (kini Badan Pengelola Keuangan Daerah), anggota dan unsur pimpinan DPRD, Badan Pemeriksa Kabupaten, Kepala Kejaksaan Negeri, Ketua Pengadilan Negeri, dan Kapolres yang menjabat di Kukar tahun 2001-2005.
"Nggak berlaku surut, jadi perkara korupsi yang sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap) nggak bisa diterapkan," kata Ferry, saat ditanya apakah yurisprudensi perkara Asmun bisa diterapkan pada perkara korupsi sebelumnyaBila yurisprudensi muncul, lanjut Ferry, penanganan korupsi di Indonesia diharapkan benar-benar tuntas karena kerugian negara yang muncul bisa kembali seluruhnya"Kalau nggak dikembalikan, ya kita perkarakan," tambah Ferry(pra/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemda Salah Rekrut Pegawai
Redaktur : Tim Redaksi