KPK Temukan 17 Potensi Korupsi Kehutanan

Jumat, 03 Desember 2010 – 14:23 WIB
JAKARTA - Pihak KPK menyebut menemukan 17 kelemahan sistemik di sektor kehutananKelemahan itu rentan menimbulkan korupsi

BACA JUGA: Gamawan: Kasihan Sultan jika Ditetapkan

Hal ini diketahui berdasarkan hasil kajian KPK terhadap Sistem Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan Hutan
"Kelemahan tersebut meliputi 9 (sembilan) kelemahan dalam aspek regulasi, 3 kelemahan dalam aspek kelembagaan, 4 kelemahan dalam aspek tatalaksana dan 1 kelemahan aspek manajemen SDM," papar Wakil Ketua KPK, M Jasin, Jumat (3/12).

Disebutkan Jasin, KPK antara lain menemukan tidak terintegrasinya peta kawasan hutan menjadi satu peta tunggal, sebagai acuan semua stakeholder

BACA JUGA: Puluhan Tas Jemaah Disita Maskapai

"KPK menemukan sekurang-kurangnya empat versi peta dengan skala berbeda, yang berdampak pada ketidakpastian, karena terdapat selisih 4 sampai 16 juta hektar kawasan hutan di antara versi-versi tersebut," ujarnya.

Sebagai solusi, KPK menyarankan agar Ditjen Planologi membuat peta definitif kawasan hutan seluruh provinsi skala operasional, dan menteri menetapkan peta itu sebagai acuan semua stakeholder
Jangka waktu untuk perbaikan diberikan selama setahun.

Lebih jauh, KPK kata Jasin, juga menemukan inefisiensi keuangan negara sebesar Rp 452,4 miliar dan potensi inefisiensi hingga Rp 339,2 miliar, dalam kegiatan pengukuhan kawasan hutan akibat perubahan batas kawasan hutan secara terus-menerus

BACA JUGA: Status 105 Juta Ha Hutan Terancam

Di sisi lain, terdapat potensi kerugian negara akibat pencurian kayu, dengan modus berlindung pada izin pinjam pakai, tukar-menukar kawasan hutan untuk fasilitas umum, pelepasan untuk transmigrasi, dan melalui revisi RTRW.

"Sebagai contoh, di Kalteng, total area pemukiman transmigrasi yang telah ditempati tanpa proses pelepasan kawasan hutan mencapai 178.743 hektar, dan tidak ada data pertanggungjawaban tegakan dari kegiatan landclearingIni akibat aturan mengenai inventarisasi tegakan dan pembayaran izin pemanfaatan kayu belum lengkap," kata Jasin pula.

Standar waktu dan biaya yang jelas dalam sejumlah pelayanan di Kementerian Kehutanan (Kemenhut) juga dianggap belum jelas, serta belum memiliki unit pelayanan terpadu informasi dan perizinanBahkan, hanya dari temuan di empat provinsi di Kalimantan (Kalbar, Kalteng, Kalsel dan Kaltim), dugaan kerugian negara akibat tidak segera ditertibkannya penambangan liar di dalam kawasan hutan, disebutkan sekurang-kurangnya sebesar Rp 15,9 triliun dari potensi pendapatan negara bukan pajakAngka itu di luar kompensasi lahan yang tidak diserahkan, biaya reklamasi yang tidak disetorkan, serta denda kerusakan kawasan hutan konservasi Rp 255 miliar.

Terkait temuan yang bersifat pelanggaran hukum, kata Jasin, KPK akan berkoordinasi dengan penegak hukum lainnya"Pak Menteri (Kehutanan) setuju kalau ada pelanggaran di sektor kehutanan, ya, silakan diproses hukum," ujarnyaDitambahkannya, atas temuan ini, KPK memberikan sejumlah rekomendasi kepada Menhut, sementara rencana aksi perbaikan direncanakan akan diserahkan kepada KPK pada 20 Desember mendatang.

Menhut Zulkifli Hasan sendiri menyampaikan apresiasi yang luar biasa atas hasil kajian KPK selama enam bulan iniMenurutnya, hasil kajian ini penting, agar terjadi perbaikanDia bahkan mengakui, ada sebagian dari hasil kajian KPK yang selama ini belum diketahui oleh Kemenhut.

Zulkifli juga menyebutkan, kawasan hutan Indonesia sudah dieksploitasi hampir selama 40 tahunOleh karena itu katanya, saat ini fokus Kemenhut adalah perbaikan hutan dan moratorium penebangan (sejak 2009)Sejalan dengan itu, Kemenhut menurutnya, juga sangat mendukung dan mengajak KPK agar ikut menegakkan hukum di sektor kehutanan"Program Kemenhut adalah perbaikanPerbaikan tidak akan maksimal, tanpa ada penegakan hukum," ujarnya(rnl/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Pertemuan, Dua Penghargaan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler