jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) patut terkesan mendikte Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dugaan ini lantaran KPK menggunakan auditor negara tersebut untuk membuktikan adanya dugaan kerugian negara akibat penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Padahal hasil laporan audit investigasi BPK 2017 bertolak belakang dengan kesimpulan laporan audit BPK tahun 2002 dan 2006 terkait SKL BLBI.
BACA JUGA: KPK Jerat Sjamsul Nursalim dan Istri di Kasus BLBI
Hal ini dikemukakan oleh pengamat bisnis dan keuangan Eko B. Supriyanto menanggapi penetapan pengusaha Sjamsul Nursalim (SN) sebagai tersangka terkait penyelesaian BLBI 20 tahun yang lalu, Senin (10/6). SN adalah pemegang saham (PS) pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), salah satu penerima BLBI.
BACA JUGA: PT DKI Perberat Hukuman untuk Syafruddin di Kasus SKL BLBI
BACA JUGA: Merasa Berkompeten untuk Pimpin KPK? Silakan Mendaftar Mulai 17 Juni
Pengamat dari InfoBank Institute itu menunjukkan kenyataan bahwa pada 25 Mei 1999, SN telah memenuhi kewajiban terkait BLBI dan hal-hal terkait lainnya.
SN juga mendapat jaminan untuk tidak mendapat tindakan hukum apapun terhadap SN dan afiliasinya sehubungan dengan BLBI. Seperti perjanjian Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA), diterbitkannya Surat Release and Discharge (Pembebasan & Pelepasan) dan akta Letter of Statement.
BACA JUGA: KPK Diminta Pelototi Sidang PK Anas Urbaningrum
Menurut Eko, janji ini telah berlangsung lebih 20 tahun, namun Senin petang (10 Juni), KPK menjadikan SN dan istrinya tersangka dalam kasus yang terkait BLBI tersebut. Tindakan KPK ini, sambung Eko, berpotensi menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor yang bermaksud untuk berinvestasi di Indonesia.
"Tindakan KPK itu jelas bertentangan dengan janji dan komitmen pemerintah mengenai kepastian hukum di Indonesia," ujar Eko saat dihubungi, Senin (10/6).
Eko juga mengingatkan KPK agar menyampaikan kebenaran yang sesungguhnya mengenai laporan audit BPK 2017 kepada publik dan pengadilan. Terlebih ada kecurigaan bahwa laporan tersebut dibuat BPK atas arahan sepihak KPK. Belum lagi adanya dugaan pelanggaran aturan hukum yang berlaku dalam pembuatan laporan audit BPK 2017.
"Laporannya itu semata-mata didasarkan pada data/informasi sepihak yang disodorkan KPK tanpa terlebih dahulu diverifikasi ataupun diuji kebenarannya. Terperiksa sama sekali tidak dilibatkan. Bagaimana bisa terjadi sebuah lembaga tinggi negara yang membawa amanah konstitusi (UUD 1945) didikte oleh sebuah komisi yang baru didirikan 17 tahun kemudian. Dan sifatnya ad-hoc pula?" ujar Eko.
Di sisi lain, Eko menambahkan sampai sekarang BPK belum juga menjelaskan mengapa bisa terjadi kontroversi antara kesimpulan laporan audit investigasi BPK 2017 yang bertolak belakang dengan kesimpulan laporan auditnya sendiri pada tahun 2002 dan 2006. Diketahui kedua auditnya tersebut telah mengkonfirmasi bahwa SN telah memenuhi seluruh kewajibannya dalam perjanjian MSAA.
“Belum ada penjelasan dan klarifikasi dari KPK dan BPK mengenai laporan laporan audit yang saling bertentangan tersebut”, kata Eko. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Boni Hargens Minta KPK Investigasi Penggunaan Anggaran di Dinkes Manggarai
Redaktur & Reporter : Adil