jpnn.com, JAMBI - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan 12 unsur pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Jambi dan 1 pengusaha sebagai tersangka dalam kasus suap pengesahan APBD Provinsi Jambi 2017-2018.
Ini merupakan pengembangan dari kasus Gubernur Jambi Non Aktif, Zumi Zola.
BACA JUGA: Semoga Kasus Zumi Zola Jadi Pembelajaran bagi Kader PAN
Penetapan tersangka ini resmi disampaikan Ketua KPK RI, Agus Rahardjo, Jumat (28/12) sore di gedung KPK, Jakarta dalam live history instagram official.kpk.
Dalam keterangannya, Agus Rahardjo menyebutkan, dari perkembangan penanganan perkara sidang Zumi Zola ditemukan pihak-pihak lain yang juga harus bertanggungjawab. Mereka diduga menerima hadiah atau janji terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi.
BACA JUGA: Zumi Zola Terbukti Koruptor, Ganjarannya 6 Tahun Penjara
“KPK sudah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk ditingkatkan ke tingkat penyidikan," ujar Agus Rahardjo.
Tiga unsur pimpinan DPRD Provinsi Jambi yang ditetapkan tersangka yakni Cornelis Buston selaku Ketua, AR Syahbandar dan Chumaidi Zaidi selaku Wakil Ketua.
BACA JUGA: Saksi Sebut Zumi Zola Terima Rasuah untuk Ibunya dan PAN
Kemudian, 5 pimpinan fraksi. Di antaranya, Supardi Nurzain Ketua Fraksi Golkar, Cekman Ketua Fraksi Restorasi Nurani, Tajudin Hasan Ketua Fraksi PKB, Parlagutan Nasution Ketua Fraksi PPP dan Muhammadiah Ketua Fraksi Gerindra. Selanjutnya Ketua Komisi III, Zainal Abidin.
Tiga anggota yakni Elhelwi, Gusrizal dan Effendi Hatta. Selanjutnya seorang pengusaha kelas kakap di Jambi bernama Joe Fandy Yoesman alias Asiang.
Menurutnya, prilaku sejumlah anggota DPRD meminta dan menerima uang terkait dengan pelaksanaan kewenangannya dipandang tidak pantas. Dalam perkembangannya, KPK mengungkap praktek uang “ketok palu” tersebut tidak hanya terjadi untuk pengesahan RAPBD TA 2018 namun juga terjadi sejak pengesahan RAPBD 2017.
Mencermati fakta-fakta persidangan dan didukung dengan alat bukti berupa keterangan saksi, surat dan barang elektronik bahwa 12 anggota DPRD Provinsi Jambi, diduga meminta uang “ketok palu”, menagih kesiapan uang “ketok palu”.
“Kemudian melakukan pertemuan untuk membicarakan hal tersebut, meminta jatah proyek dan atau menerima uang dalam kisaran Rp100 juta atau Rp600juta per orang,” jelasnya.
Hasil penyidikan, para unsur Pimpinan Fraksi dan Komisi di DPRD Jambi diduga mengumpulkan anggota fraksi untuk menentukan sikap terkait dengan pengesahan RAPBD Jambi, membahas dan menagih uang “ketok palu”. Mereka juga menerima uang untuk jatah fraksi sekitar Rp400juta, hingga Rp700juta untuk setiap fraksi dan atau menerima uang untuk perorangan dalam kisaran Rp100juta, Rp140juta, atau Rp200 juta.
“Para anggota DPRD Jambi diduga mempertanyakan apakah ada uang “ketok palu”, mengikuti pembahasan di fraksi masing-masing, dan atau menerima uang dalam kisaran Rp100 juta atau Rp200 juta per-orang,” bebernya.
Total dugaan pemberian suap untuk pengesahan RAPBD 2017 dan 2018 adalah Rp16,34 Milyar. Rinciannya, untuk pengesahan 2017 Rp12.940.000.000 dan 2018 sebanyak Rp3.400.000.000.
Atas perbuatannya, 12 unsur pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Jambi tersebut disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana.
Sedangkan terhadap tersangka Joe Fandy, Dia berperan memberikan pinjaman uang Rp5 miliar kepada Arfan dkk. Uang tersebut diduga diberikan kepada pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Jambi terkait pengesahan APBD 2018.
“Diduga uang tersebut akan diperhitungkan sebagai fee proyek yang dikerjakan oleh perusahaan tersangka JFY di Jambi,” katanya.
Atas perbuatannya, Joe Fandy disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Sementara itu, Juru Bicara KPK RI, Febri Diansyah menyebutkan, perkara ini berawal dari OTT yang dilakukan KPK di Jambi pada 28 November 2017 yang dilanjutkan dengan melakukan penyidikan hingga persidangan untuk 4 orang, yakni Supriyono selaku anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019, Erwan Malik selaku Plt Sekretaris Daerah Provinsi Jambi, Arfan selaku Plt Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi dan Saipudin selaku Asisten Daerah III Provinsi Jambi.
“Sebelumnya, KPK telah memproses 5 orang sebagai tersangka hingga divonis bersalah di Pengadilan Tipikor,” kata Febri.
Saipudin divonis pidana penajra 3 tahun dan denda Rp100 juta subsidair 3 bulan, Erwan Malik divonis pidana penjara 3 tahun 6 bulan dan denda Rp 100 juta subsidair 3 bulan, Arfan divonis pidana penjara 3 tahun dan Rp100 juta subsidiair 3 bulan dan Supriyono divonis pidana penjara 6 tahun, denda Rp400 juta dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak selesai menjalani pidana pokoknya.
Kemudian, Zumi Zola divonis 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta, serta pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak selesai menjalani pidana pokoknya.(pds)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Surat Dakwaan Beber Cara Zumi Zola Cari Rasuah
Redaktur & Reporter : Budi