KPPU Ajak Masyarakat Harus Siap Menghadapi Persaingan di Era Ekonomi Digital

Kamis, 29 Agustus 2019 – 17:57 WIB
Anggota KPPU Kodrat Wibowo, Chandra Setiawan, dan Harry Agustanto menjadi pembicara diskusi bertajuk “KPPU Talks Siap Bersaing: Memahami Persaingan Usaha di Era Global” di Jakarta, Rabu (28/8/2019). Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengajak seluruh elemen masyarakat untuk siap menghadapi era persaingan global dan era ekonomi digital.

Hal itu mengemuka dalam diskusi bertajuk “KPPU Talks Siap Bersaing: Memahami Persaingan Usaha di Era Global” di Jakarta, Rabu (28/8/2019).

BACA JUGA: Batas Produksi SKM dan SPM Mestinya Digabung

Diskusi tersebut mengangkat tiga topik yaitu kepatuhan terhadap hukum persaingan usaha; anak muda bicara kopi - persaingan brand lokal & internasional; dan industri aplikasi (apps) dalam kancah lokal & global.

Sebanyak tiga anggota KPPU hadir sebagai narasumber yaitu Kodrat Wibowo, Chandra Setiawan, dan Harry Agustanto. Hadir pula Handoko Hendroyono (CoFounder Filosofi Kopi, Kebun Ide, dan Mblospace), Adi Haryono (Direktur Kopi Kapal Api Global), Ivan Chen (Founder Anantarupa VR & AR), dan Pamitra Wineka (CoFounder & President TaniHub).

BACA JUGA: Anggota DPR Terpilih Laporkan Perusahaan Semen Tiongkok ke KPPU

Dalam kesempatan itu, anggota KPPU Chandra Setiawan menyampaikan materi mengenai Program Kepatuhan terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Menrut Chandra, program kepatuhan persaingan diresmikan di Jakarta pada akhir tahun 2016. Program ini bertujuan agar pelaku usaha memahami nilai-niai positif kepatuhan terhadap hukum persaingan sehingga tergerak untuk berinisiatif menerapkan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat dalam kegiatan usahanya serta upaya untuk mencegah pelaku usaha melakukan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

BACA JUGA: Kemenpora Minta Pemuda Manfaatkan Era Digital dengan Positif

“Kepatuhan terhadap UU Nomor 5 Tahun 1999 merupakan bentuk komitmen, sikap aktif, dan kesadaran pelaku usaha dalam berperilaku di pasar saat berinteraksi dengan pemasok, pesaing, dan konsumen sehingga tidak melanggar ketentuan dalam Undang-undang No.5 Tahun 1999,” katanya.

Lebih lanjut, Chandra mengatakan manfaat program kepatuhan ini adalah untuk menjaga nama baik dan reputasi perusahaan, perusahaan dianggap dapat menjaga dan memiliki etika moral yang tinggi, mendorong perusahaan memelihara nilai-nilai persaingan usaha yang sehat sehingga menjadi kompetitif dan inovatif, tercipta dan terjaganya prosedur baku internal perusahaan terkait kepatuhan terhadap UU 5/1999. Selain itu, meminimalkan konsekuensi biaya yang timbul akibat ketidakpatuhan terhadap UU Nomor 5 tahun 1999.

Pada sesi dua, Anggota KPPU Kodrat Wibowo menyampaikan topik mengenai peran KPPU dalam Persaingan Usaha dan Kemitraan di Era Globalisasi.

Kodrat dalam paparannya menjelaskan tujuan pembentukan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yakni menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi nasional untuk menyejahterakan rakyat, menjamin kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah, dan kecil. Selain itu, mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, dan efektivitas dan efisiensi kegiatan usaha.

Menurut Kodrat, manfaat pengaturan persaingan usaha yang sehat di Indonesia bagi stakeholder adalah akses masuk ke pasar semakin terbuka dan membuka ruang peran pelaku usaha yang besar.

Selain itu, mendorong inovasi yang berkelanjutan karena munculnya pelaku-pelaku usaha baru, efisiensi alokasi sumber daya yang memiliki oleh pelaku usaha, tersedianya keragamaan porduk yang bisa dipilih oleh konsumen, dan harga barang seusai kualitas dan layanan serta konsumen sebagai price maker.

Selanjutnya, Komisioner KPPU Harry Agustanto dalam paparannya pada sesi tiga mengenai perspektif persaingan usaha yang sehat pada industri ekonomi digital menjelaskan Indonesia menempati peringkat kelima terbesar di dunia dari 20 negara pengguna internet terbanyak, dengan jumlah mencapai 143 juta orang. Sedangkan pada bulan Januari tahun 2018, total pembelian barang melalui e-Commerce tercatat mencapai 28,07 juta dollar. Penetrasi pembelian itu sendiri mencapai 11 persen, dengan total penjualan sebesar 7.056 miliar dollar, dengan rata-rata pembelian sebesar 251 dollar.

Menurut Harry, perkembangan ekonomi digital sendiri di Indonesia, dipetakan dalam database startup Indonesia dengan 352 startup di bidang e-Commerce, 53 startup di bidang FinTech, 55 startup di bidang game, sisanya 532 startup di bidang lain. Dengan skala usaha ekonomi digital 3,12% pada skala usaha besar, 11,9% pada skala usaha menengah, 31,01% pada skala usaha kecil, dan 52,97% pada skala usaha mikro.

Serapan tenaga kerja pada ekonomi digital saat ini tercatat ada 55.903 tenaga kerja secara keseluruhan.

“Diharapkan pada tahun 2020, Indonesia dapat menjadi pasar e- Commerce terbesar dan dapat dikategorikan sebagai negara yang berpotensi untuk mengembangkan pasar e-Commerce di wilayah Asia Tenggara,” kata Harry.

Lebih lanjut, Harry mengatakan dalam persaingan di era ekonomi digital, inovasi tinggi yang menciptakan industri baru atau pasar baru dengan munculnya pelaku usaha baru, menggantikan industri dan pelaku usaha sebelumnya. Dunia usaha tidak bisa mengadang kehadiran teknologi digital melainkan beradapatasi dengan berbagai potensi dan tantangan yang muncul.

“Otoritas persaingan memandang kehadiran ekonomi digital dengan isu disruptive innovation sebuah tantangan yang harus dihadapi terutama dengan perubahan paradigma, perilaku dan kinerja pasar yang terjadi,” katanya.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Harga Garam Industri Naik, Tujuh Importir Tidak Terbukti Kartel


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler