KPPU Soroti Pembatasan Kuota Taksi Online

Selasa, 11 April 2017 – 02:17 WIB
Ilustrasi Uber. FOTO: AFP

jpnn.com, SURABAYA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Surabaya menyoroti adanya pembatasan kuota untuk taksi online di Jawa Timur.

Dalam draf peraturan gubernur, Pemprov Jatim menetapkan jumlah angkutan sewa khusus (online) sebanyak 4.445 unit di seluruh kabupaten/kota se-Jawa Timur.

BACA JUGA: Menjadi Penumpang, Sopir Angkot Jebak Driver Grab

Di antara 4.445 unit tersebut, tiga ribu angkutan diperuntukkan kabupaten/kota di Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan (Gerbangkertasusila).

Sebanyak 2.500 unit di antara 3.000 unit itu diperuntukkan Surabaya.

BACA JUGA: Syukurlah, Hari Ini Driver Online Batal Demo

Sisa kuota diberikan ke kabupaten/kota di luar enam daerah tersebut.

Padahal, jumlah angkutan online di Surabaya diperkirakan sekitar empat ribu unit.

BACA JUGA: Taksi Online Dirusak, Sopirnya Dihajar

Kepala Kantor Perwakilan Daerah KPPU Surabaya Aru Armando mengatakan, sebenarnya kue penumpang angkutan online sudah ada.

’’Jika perusahaan taksi online jor-joran dengan menambah jumlah sopir baru, bisa jadi dia tidak akan mendapat penumpang sehingga tidak menutup biaya operasionalnya,” terangnya akhir pekan lalu.

Dengan begitu, taksi online juga secara perlahan bisa mati jika tidak mendapat penumpang.

Di sisi lain, sopir taksi online juga akan berpikir tentang profit.

Saat persaingannya semakin banyak dan tidak menguntungkan, mereka pun keluar. ’’Apalagi, tanpa diatur pun sebenarnya taksi online dan konvensional bisa bersinergi,” paparnya.

Dia mencontohkan, sinergi tersebut sudah dilakukan salah satu perusahaan taksi konvensional.

Saat memesan taksi dengan menggunakan aplikasi dan yang datang adalah perusahaan taksi konvensional, argo tetap berjalan.

Misalnya, tarif awal yang tertera di aplikasi mencapai Rp 100 ribu.

Lalu, di tarif argonya Rp 110 ribu, selisihnya akan ditagihkan oleh perusahaan taksi konvensional ke taksi online.

Di Surabaya, sinergi antara taksi online dan konvensional sudah dilakukan antara O-Renz Taxi dan Grab.

’’Tidak perlu juga ada larangan penjemputan untuk angkutan online di titik tertentu seperti bandara dan stasiun. Sebab, sudah ada aturan tentang kesetaraan antara angkutan online dan konvensional seperti tarif batas bawah, jumlah angkutan, tetapi kenapa harus ada larangan penjemputan juga?” tutur Aru.

Pemerintah seharusnya tidak hanya menertibkan angkutan online, melainkan juga angkutan ilegal di titik tersebut seperti bandara yang masih marak.

’’Jadi kan lebih adil. Perusahaan angkutan online itu legal. Sedangkan taksi gelap kan ilegal dan praktiknya marak di bandara,” ujar Aru. (vir/c7/noe)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Jangan Terjebak di Bisnis Transportasi Taksi


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler