jpnn.com, SURABAYA - Pelaksanaan pilkada serentak Jawa Timur (Jatim) masih setahun lagi yaitu pada 27 Juni 2018.
Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jatim mulai menyiapkan beberapa hal.
BACA JUGA: PKB Buka Pintu Koalisi demi Pendamping Gus Ipul di Pilgub Jatim
Salah satunya adalah pengurangan jumlah tempat pemungutan suara (TPS).
Pada pilkada 2014, KPU menyiapkan 75 ribu TPS se-Jatim. Jumlah itu berkurang cukup signifikan pada pilkada mendatang.
BACA JUGA: Belum Punya Cagub Jatim, Gerindra Sudah Membentuk Relawan
Ketua KPU Jatim Eko Sasmito menyatakan bahwa KPU Jatim bakal memangkas jumlah TPS.
''Perkiraan kami, nanti hanya ada sekitar 68 ribu TPS,'' ungkap Eko kepada Jawa Pos.
BACA JUGA: Pilgub Jatim, PKB Cari Kejelasan ke Kiai
Pengurangan tersebut, lanjut Eko, dilakukan dalam rangka efisiensi anggaran.
Meski jumlah penduduk Jatim bertambah, jumlah TPS bisa dikurangi tanpa menurunkan pelayanan bagi pemilih.
Jumlahnya bergantung pada tingkat kepadatan daerah.
''Jumlah TPS akan dikurangi, terutama di kota-kota besar yang padat penduduk,'' jelasnya.
Misalnya, di Surabaya. Sebelumnya, satu TPS menampung sekitar 300 pemilih.
Setelah efisiensi nanti, diharapkan setiap TPS di Surabaya bisa melayani hingga 600 pemilih.
Dengan begitu, jumlah TPS di Surabaya berpotensi berkurang hingga 50 persen. Radius pelayanan setiap TPS bakal makin luas.
Pengurangan itu tentu akan mengakibatkan beban tugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) bertambah.
KPPS harus mampu melayani dan menyediakan fasilitas yang cukup untuk mengantisipasi membeludaknya pemilih tadi.
Salah satunya, menyediakan lebih banyak bilik suara.
Sementara itu, di daerah terpencil, belum tentu bisa diterapkan pengurangan yang sama.
''Bukan masalah jumlah pemilih yang bisa ditampung, tapi jarak pemilih dengan TPS,'' katanya.
Jauhnya jarak TPS dengan rumah pemilih bisa berpengaruh terhadap angka golongan putih (golput).
Eko menuturkan bahwa faktor tersebut bisa membuat pemilih enggan datang ke TPS dan menggunakan hak suaranya.
''Ini termasuk salah satu faktor teknis,'' tuturnya.
Faktor teknis lainnya adalah daftar pemilih tetap (DPT). Warga yang sudah masuk dalam DPT kadang masih tidak bisa memberikan suaranya lantaran tidak membawa syarat yang diperlukan.
Petugas pun tidak bisa memastikan pemilih itu benar-benar punya hak suara atau tidak.
''Ada yang datang hanya membawa KTP tanpa menunjukkan kartu DPT-nya,'' ungkap Eko.
Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, total DPT Jatim sekitar 30 juta jiwa.
Ada kurang dari 20 juta yang menggunakan hak pilihnya.
Jumlah itu tidak termasuk mereka yang ikut memilih, tetapi suaranya tidak sah.
''Selain suara tidak sah, mungkin DPT tidak hadir ke TPS,'' paparnya.
Di samping faktor teknis, Eko menggarisbawahi faktor politis sebagai penyebab tingginya angka golput.
Persoalan politis itu beragam, bergantung konteks pemilihan.
''Pilpres dan pilkada berbeda persoalan dengan pemilihan legislatif,'' terang mantan ketua KPU Surabaya tersebut.
KPU Jatim menyatakan bakal memaksimalkan sosialisasi untuk menekan angka golput.
Dari timeline yang sudah diumumkan KPU pusat, Eko menyebutkan bahwa proses sosialisasi dimulai Agustus mendatang.
''Sebenarnya saat ini sudah mulai sosialisasi, tetapi scoop-nya terbatas di pembahasan internal,'' jelasnya.
Eko mengakui belum bisa memetakan jumlah DPT untuk pilkada mendatang secara gamblang.
''Sekarang ini belum terbaca karena penghitungannya baru Desember nanti,'' tandasnya. (deb/c14/git/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jelang Pilgub Jatim, Puluhan Tokoh akan Berkumpul Bahas Kebijakan Pakde Karwo
Redaktur & Reporter : Natalia