Krisis Listrik Mengancam Jawa, PLN Butuh Dana Investasi Rp 115 T

Kamis, 29 Mei 2014 – 09:14 WIB

JAKARTA - Krisis listrik yang melanda Sumatera terancam menular ke Jawa. Penyebabnya, investasi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) terhambat lantaran tidak terpenuhinya kebutuhan subsidi.
       
Direktur Utama PT PLN Nur Pamudji mengatakan, tahun ini PLN butuh Rp 151 triliun yang dipakai untuk mencukupi subsidi dan membiayai investasi pembangunan infrastruktur kelistrikan.

"Jika pembangunan ditunda (karena kurang biaya), ancaman krisis listrik di Jawa pada 2018 bisa menjadi kenyataan," ujarnya kemarin (28/5).
       
Masalahnya, dalam RAPBN Perubahan 2014, Kementerian Keuangan hanya menaikkan pagu subsidi BBM dari Rp 71,4 triliun menjadi Rp 107,1 triliun. Artinya, masih ada kekurangan Rp 8 triliun yang harus dipenuhi PLN.

BACA JUGA: Ketergantungan Impor Masih Tinggi

Karena itu, BUMN setrum tersebut akan menyampaikan kepada pemerintah dan DPR agar menambah pagu subsidi listrik menjadi Rp 115 triliun. "Sebab, proyek listrik ini berkesinambungan, tidak bisa diputus-putus," katanya.
       
Selain untuk membiayai pembangunan jaringan listrik, dana Rp 115 triliun itu diperlukan untuk mencukupi kebutuhan debt service coverage ratio (DSCR). Jika DSCR tidak bisa dipenuhi, PLN tidak bisa lagi mencari tambahan pendanaan melalui obligasi atau surat utang. "Kalau kami tidak bisa menerbitkan obligasi, pembangunan jaringan listrik makin terhambat," ucapnya.
       
Seperti diwartakan, saat ini kapasitas pembangkit listrik se-Jawa Bali mencapai 31.000 megawatt (MW). Adapun rekor beban puncak konsumsi listrik tercatat 22.974 MW pada 24 April 2014 lalu.

Dengan pertumbuhan listrik 2.000 MW per tahun, konsumsi pada 2018 diperkirakan tembus 31.000 MW. Karena itu, jika ada sedikit gangguan, wilayah Jawa Bali terancam pemadaman bergilir.
       
Nur menyebut, salah satu kunci untuk menghindarkan Jawa dari krisis listrik pada 2018 adalah penyelesaian PLTU Batang berkapasitas 2 x 1.000 MW. Pembangkit listrik swasta (independent power producer/IPP) yang dikerjakan PT Bhimasena Power Indonesia yang merupakan perusahaan patungan Adaro, J-Power, dan Itochu Corp itu rencananya dimulai 2010. Namun, hingga sekarang belum terlaksana gara-gara terhambat pembebasan lahan.
       
Padahal, lanjut dia, untuk membangun PLTU dengan nlai investasi Rp 40 triliun itu dibutuhkan setidaknya 3-4 tahun. Selain itu, pembangunan pembangkit juga harus disertai pendirian jaringan transmisi dan distribusi untuk menyalurkan listrik ke konsumen.

BACA JUGA: CT Ingin Padukan Pertumbuhan Ekonomi dengan Pencegahan Korupsi

"Kalau satu (proyek) molor, rangkaian lainnya juga molor. Karena itu, kami berharap betul proyek PLTU Batang ini bisa segera dimulai," ujarnya.
       
Meski demikian, lanjut dia, sebenarnya ada strategi lain untuk menggenjot kapasitas listrik di Jawa Bali. Yakni dengan membangun pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) dengan teknologi combined cycle yang hanya butuh waktu 2 tahun untuk memulai pembangunan hingga siap beroperasi.

Itu jauh lebih cepat dibanding PLTU yang butuh waktu 3-4 tahun. Dia menyebut, untuk membangun PLTGU 2.000 MW butuh biaya USD 2 miliar atau sekitar Rp 22 triliun. "Masalahnya kembali lagi, dana PLN terbatas. Karena itu kami benar-benar berharap pemerintah bisa mencukupi kebutuhan investasi PLN," katanya.
       
Ancaman krisis listrik di Jawa harus disikapi serius. Sebab, listrik ibarat bahan bakar yang menggerakkan roda perekonomian. Apalagi, 58 persen pangsa perekonomian Indonesia berada di Jawa. "Jadi kalau Jawa krisis listrik, ekonomi Indonesia sudah pasti terancam," ucapnya. (owi/oki)

BACA JUGA: Pemda Diminta Bantu PNS Beli Tanah untuk Perumahan

BACA ARTIKEL LAINNYA... Chairul Tanjung Sambangi KPK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler