Kritik Keputusan Polri Mempertahankan Richard Eliezer, Bambang Rukminto: Preseden Buruk

Kamis, 23 Februari 2023 – 08:03 WIB
Richard Eliezer alias Bharada E saat di persidangan perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Foto: dokumen JPNN.com/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Keputusan Polri mempertahankan Richard Eliezer alias Bharada E sebagai polisi dikritik oleh pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto.

Menurut Bambang, sikap Polri memilih keputusan populer untuk tetap mempertahankan Eliezer tetap di institusi.tetap di Korps Bhayangkara keputusan berisiko.

BACA JUGA: Putusan KKEP: Richard Eliezer Tetap Polisi, tetapi Dijatuhi Sanksi Demosi

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto. Foto: ANTARA/dokumentasi pribadi

"Risikonya, itu akan menjadi preseden buruk bagi penegakan aturan di internal Polri,” ujar Bambang dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (22/2).

BACA JUGA: Ini yang Harus Dilalui Richard Eliezer sebelum Menjalani Sanksi Demosi

Dia menyebut Eliezer terbukti di persidangan melakukan tindak pidana menembak seniornya sesama anggota Polri, yakni Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Namun, Polri memilih keputusan populer berupa demosi daripada memutuskan sanksi berat, seperti pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap mantan ajudan Ferdy Sambo.

BACA JUGA: Misteri Menghilangnya Dosen UII, Begini Info dari Irjen Krishna Murti, Oalah

Sementara Bambang menilai publik selalu ambigu, di satu sisi menginginkan Eliezer tetap menjadi polisi, tetapi mengkhawatirkan keselamatannya bila kembali ke institusi.

Atas putusan KKEP terhadap Bharada E, Bambang menilai Polri sebagai penegak hukum juga permisif dan toleran pada pelanggaran fatal, yakni penembakan secara sengaja oleh Eliezer yang menewaskan seniornya, terlepas itu dari perintah atasan.

Bambang berpendapat peran Eliezer sebagai justice collaborator (JC) sudah cukup mendapat apresiasi hakim di pengadilan dengan adanya hukuman sangat ringan yang diberikan.

"Sementara Polri adalah lembaga penegak hukum negara yang harus tegak lurus pada hukum," ucapnya.

Dia pun mengingatkan bahwa masih banyak kasus pelanggaran etik personel Polri yang mesti diselesaikan Polri selain masalah Eliezer.

Bagi Bambang, tindakan Eliezer menembak Brigadir J hanya menjalankan perintah Ferdy Sambo tidak lantas menjadi pembenaran, terlebih dilakukan dalam situasi normal, bukan dalam peperangan atau operasi keamanan.

Dalam situasi perang sekalipun, katanya, penembakan secara sengaja seperti itu bisa dikategorikan kejahatan perang, apalagi itu terjadi saat kondisi normal.

Bambang justru menilai hal yang lebih mendesak dilakukan Polri ke depan adalah membangun kultur yang profesional di kepolisian, ketimbang mempertahankan Eliezer.

"Kalau ingin membangun kultur Polri sebagai organisasi profesional, yang taat pada aturan dan hukum, bukan sekadar siap komandan, siap jenderal, tak ada urgensi Polri untuk mempertahankan Eliezer sebagai anggota Polri," tuturnya.

Dia menambahkan ada banyak cara yang dapat dilakukan Polri guna mengapresiasi Eliezer sebagai JC selain mempertahankan keanggotaannya di kepolisian.
“Bukankah selama ini Polri juga banyak mengapresiasi anggota masyarakat non-Polri dengan penghargaan-penghargaan," ujar Bambang.

Sebelumnya, KKEP telah menggelar sidang etik Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Rabu (22/2).

Putusan sidang KKEP menyatakan Eliezer bersalah melanggar etik dengan sanksi meminta maaf kepada komisi etik dan pimpinan Polri, serta sanksi administrasi berupa demosi selama satu tahun di Yanma Polri.(antara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Seberapa Siap Polri Menerima Richard Eliezer sebagai Aset, bukan Musuh?


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler