Kritik Rizal Ramli Alarm Agar Krisis Ekonomi Tak Terulang

Rabu, 11 April 2018 – 17:55 WIB
Rizal Ramli. Foto: dokumentasi JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Kritik ekonom senior Rizal Ramli terkait utang luar negeri Indonesia yang sangat mengkhawatirkan harus dipahami sebagai peringatan agar krisis ekonomi 1997-1998 tidak terulang.

Peneliti dari Lingkar Studi Perjuangan Gede Sandra mengatakan, saat itu seluruh lembaga pemeringkat juga memberikan predikat investment grade kepada Indonesia.

BACA JUGA: Kasus Century: Rizal Ramli Minta Pak Boediono Mengaku Saja

“Namun, krisis finansial yang kemudian terjadi membuktikan perekonomian Indonesia sebenarnya rapuh,” ujar Gede, Rabu (11/4).

Dia mencontohkan Standard & Poor’s memberikan rating BBB- pada Desember 1997.

BACA JUGA: Rizal Ramli dan Nufransa Ibarat Berbalas Pantun

Sementara itu, Moody’s memberikan rating BAA3. Di sisi lain, Fitch memberikan rating BBB- pada Juni 1997.

Gede menambahkan, seluruh ekonom asing dan lembaga pemerintah meramalkan perekonomian Indonesia akan sehat-sehat saja.

BACA JUGA: Pidato Keras Jokowi Menuai Pujian

”Hanya ada satu ekonom Indonesia yang kritis terhadap rentannya situasi internal perekonomian Indonesia dan kemudian ramalannya terbukti benar. Ekonom tersebut adalah Rizal Ramli,” kata Gede.

Secara khusus, Gede menyoroti rasio utang yang lebih tepat untuk menggambarkan kondisi Indonesia. 

Sejak 1990-an, kata dia, rasio utang yang digunakan secara internasional untuk menggambarkan keberlanjutan utang eksternal negara-negara berpendapatan menengah ke bawah adalah debt service to export ratio (DSER).

Bukan debt to GDP ratio. Nilai batas atas yang aman untuk DSER adalah 15-20 persen.

Menurut Gede, berdasar data Bank Dunia, DSER Indonesia 39,6 persen.

”Taruhlah kita memakai data (Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti) yang menggunakan data DSR Indonesia dengan rasio 34 persen. Itu sama saja tetap jauh di atas batas atas yang diizinkan (15-20 persen),” kata Gede.

Dia menyebutkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara memiliki nilai DSER/DSR rata-rata di bawah sepuluh persen.

Gede Sandra juga menyoroti pernyataan kritis RR terkait tingkat bunga (yield) surat utang Indonesia.

Menurut dia, Indonesia seharusnya bisa menghindari kerugian akibat pemasangan yield yang terlalu tinggi selama ini.

Dia menyebut tingkat yield surat utang Indonesia masih ketinggian satu persen dibandingkan Vietnam.

Padahal, rating Vietnam di bawah Indonesia, bahkan belum masuk investment grade.

”Terkait itu, RR sudah memberikan solusi agar menteri keuangan menukar utang-utang Indonesia yang bunganya ketinggian dengan utang yang bunganya lebih rendah,” kata Gede.

Sebelumnya, Rizal Ramil menyebut utang luar negeri Indonesia yang mencapai Rp 4 ribu triliun pada 2017 sangat mengkhawatirkan.

”Indikatornya, keseimbangan primer (primary balance) negatif. Artinya, sebagian bunga utang dibayar tidak dari pendapatan, melainkan dari utang baru,” ujar Rizal. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rizal Ramli: Pengelolaan Fiskal Tidak Hati-Hati


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler