jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR Fadli Zon yang dikenal vokal bersuara soal masih bergulirnya polemik soal keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Nadiem Makarim menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud). Politikus Gerindra itu mengatakan, rekam jejak Nadiem memang terus jadi pertanyaan.
Fadli menuturkan, pendidikan adalah pilar kebangsaan. Para pendiri bangsa seperti Tan Malaka, Ki Hadjar Dewantara, hingga Soekarno, Moh Hatta dan Sjahrir juga memulai perjuangan mereka melalui lembaga pendidikan.
BACA JUGA: Mendikbud Nadiem Makarim: Saya Tak Memiliki Visi Misi Sendiri, Tetapi..
“Salah satu cara menaklukan sebuah bangsa adalah menguasai pendidikannya. Begitu juga, pendidikan adalah sarana mencerahkan dan menyadarkan sebuah bangsa untuk bangkit dan merdeka,” ujar Fadli melalui pesan singkat, Jumat (8/11).
Oleh karena itu Fadli menegaskan, pendidikan harus diposisikan sebagai sektor vital dan strategis. Jika pemerintah mau memprioritaskan sumber daya manusia, maka pendidikan adalah kuncinya.
BACA JUGA: Fadli Zon: Jangan Berharap Hidangan Berbeda dari Koki dan Resep yang Sama
“Dengan latar belakang itu, saya bisa memahami kenapa penunjukkan Saudara Nadiem Makarim sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan masih diwarnai tanda tanya hingga hari ini. Sebagai urusan vital, sangat pantas jika publik berharap bidang ini dipimpin oleh orang-orang tepat dan mumpuni,” tutur Fadli.
Fadli menegaskan, Nadiem tak punya jejak di bidang pendidikan. Latar belakangnya pun bukan dari profesi pendidik.
“Meskipun ia sukses di bidang lain, namun profesinya tak berkaitan langsung dengan bidang pendidikan,” ujar wakil ketua umum Gerindra itu.
Wakil ketua DPR 2014-2019 itu pun menduga pemerintah cenderung menjadikan pendidikan sebagai arena uji coba kebijakan. Uji coba kebijakan itu tak hanya terjadi pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), tetapi juga para pendahulunya.
Fadli lantas mencontohkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan diubah menjadi Departemen Pendidikan Nasional pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Kala itu nomenklatur kebudayaan dihilangkan.
“Sebagai gantinya, urusan kebudayaan kemudian dimasukkan ke Departemen Pariwisata. Dikeluarkannya nomenklatur kebudayaan dari kementerian pendidikan secara konseptual jelas keliru,” kata Fadli.
Fadli mengatakan, kekeliruan itu baru dikoreksi pada periode kedua pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Urusan kebudayaan dan pendidikan akhirnya kembali diintegrasikan di bawah satu kementerian.
Namun, Presiden Jokowi pada periode pemerintahan 2014-2019 memecah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Yakni menjadi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
“Sekali lagi, perubahan-perubahan itu dilakukan hampir tanpa kajian apa pun. Sepertinya semua itu hanya dilakukan dengan prinsip asal beda saja. Terbukti, sesudah lima tahun berjalan, kebijakan itu akhirnya dikoreksi sendiri oleh pemerintahan yang sama. Dalam Kabinet Indonesia Maju, kita lihat, urusan pendidikan tinggi akhirnya dimasukkan kembali ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” ulas Fadli.
Meski demikian Fadli masih berharap pada Nadiem sebagai Mendikbud. Politikus yang dikenal pemerhati sejarah itu mengharapkan Nadiem segera mengetahui persoalan yang dihadapi Kemendikbud.
“Ia mengaku akan mendengarkan terlebih dahulu para ahli pendidikan dan juga bawahan di kementeriannya sebelum mengambil kebijakan strategis di bidang pendidikan. Pernyataan itu saya kira patut diapresiasi. Sebagai wakil generasi milenial, kita mungkin perlu memberinya kesempatan,” katanya.(boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy