jpnn.com - JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Sigit Pamungkas menyatakan KUHP tidak ditujukan menjadi alat kekuasaan pemerintahan saat ini untuk membungkam demokrasi.
“KUHP tidak akan membungkam demokrasi. Formulasi KUHP terkait kebebasan berpendapat merupakan refleksi dari pengalaman kita berdemokrasi yang telah lalu sekaligus harapan keadaban berdemokrasi di masa depan,” kata Sigit Pamungkas dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (16/12).
BACA JUGA: Pakar Hukum di Indonesia Menjelaskan Pasal KUHP yang Masih Dipertanyakan
Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum itu mengatakan bahwa kebebasan berpendapat saat ini berada dalam situasi berbeda dari masa sebelumnya. Oleh karena itu, kata dia, proses pembaharuan dan pengesahan RKUHP sudah sesuai dengan aspirasi publik dan mekanisme demokratis yang ada.
Dahulu, ujar dia, kebebasan berpendapat masih dibatasi dengan kontrol terhadap partai, masyarakat sipil dan media.
BACA JUGA: Cegah Hoaks, Kominfo Ajak PIP Aktif Sosialisasikan KUHP Baru
Saat ini, pilar-pilar demokrasi tersebut dibebaskan untuk beraspirasi.
Parlemen juga terbuka bagi publik.
BACA JUGA: Simak Pendapat Adrianus Meliala soal Kohabitasi di KUHP Baru
Melalui mekanisme pemilu yang rutin, supremasi sipil juga terjamin.
“Jadi, terlalu berlebihan dengan berpandangan KUHP mematikan demokrasi,” ungkapnya.
KUHP baru yang menjadi "tinggalan" Presiden Joko Widodo ini akan berlaku secara efektif tiga tahun mendatang.
Selama masa transisi ini, pemerintah akan terus memberikan edukasi kepada publik aparat penegak hukum tentang pasal-pasal yang telah ditetapkan dalam KUHP yang baru.
Adapun dalam perspektif geopolitik, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Andi Widjajanto sebelumnya mengingatkan bahwa pengesahan KUHP adalah bentuk penguatan otonomi strategis Indonesia.
Menurut dia, keinginan Indonesia untuk mengadopsi paradigma hukum pidana modern yang meliputi keadilan korektif, keadilan restoratif, serta keadilan rehabilitatif harus menjadi prioritas baru dalam membangun kolaborasi dengan negara lain.
Dia menambahkan kepentingan nasional tersebut bertujuan menjaga iklim demokrasi dan dapat diterjemahkan menjadi sikap Indonesia dalam kerangka hubungan luar negeri.
“Dengan pengesahan KUHP, kebutuhan Indonesia untuk menjaga sendi-sendi demokrasi di tengah merebaknya tren global tentang politik identitas, ujaran kebencian, serta politik hoaks harus menjadi rujukan utama dalam praktik diplomasi Indonesia,” katanya. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi