Kuasa Hukum Keluarga Laskar FPI: Saya Tak Bisa Prediksi Menang atau Kalah

Selasa, 09 Februari 2021 – 07:42 WIB
Suasana sidang lanjutan gugatan praperadilan terkait sah atau tidaknya penyitaan barang milik Laskar FPI M Suci Khadavi Putra, di PN Jakarta Selatan, Senin (1/2). Foto: Fransiskus Adryanto Pratama/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (9/2), bakal kembali menggelar sidang lanjutan gugatan praperadilan yang dilayangkan keluarga almarhum M Suci Khadavi Putra, Laskar FPI yang tewas ditembak polisi di Tol Jakarta-Cikampek KM 50 pada 7 Desember 2020.

Sidang yang beragendakan putusan tersebut dijadwalkan bakal digelar pukul 10.00 WIB.

BACA JUGA: Bareskrim Pasrahkan Putusan Sidang Praperadilan Laskar FPI ke Tangan Hakim

Rudy Marjono selaku kuasa hukum keluarga Khadavi, enggan berspekulasi terlalu jauh, soal bakal dikabulkan atau ditolak gugatan permohonan yang diajukannya.

Namun, dia hanya ingin memperoleh jawaban formil dari kubu Termohon secara khusus di sidang gugatan sah tidaknya penyitaan barang pribadi milik Khadavi.

BACA JUGA: Pengacara Tegaskan Penangkapan Khadavi Laskar FPI Tidak Sah

"Saya enggak bisa memprediksi kalah atau menang. Namun paling tidak kami memperoleh jawaban formil dari pihak Termohon terkait izin sita," ungkapnya saat dikonfirmasi, Senin (8/2) malam.

Rudy mengklaim terkait izin penyitaan barang milik pribadi Khadavi yang berselang waktu sangat jauh dengan yang ditentukan  pengadilan.

BACA JUGA: Irjen Arman Depari Bersama Anak Buah Bergerak Tengah Malam, Hasilnya Mencengangkan

Sebab, kala itu, penyidik Bareskrim melakukan penyitaan pada 11 Desember 2020.

Sedangkan izin penyitaan dari pihak pengadilan baru keluar pada 14 Januari 2021.

"Mereka baru ajukan setelah gugatan praperadilan ini diajukan dan baru tanggal 14 Januari 2021 izin penyitaan dari pengadilan keluar. Padahal jauh hari sebelumnya pada tanggal 11 Desember 2020 ternyata telah ada tindakan digital forensik terhadap barang bukti sedangkan saat itu izin sita belum terbit," katanya.

Lebih lanjut, Rudy juga menyoroti dalil Termohon dalam hal ini Polda Metro Jaya dan Bareskrim yang menyebut bukan penangkapan tetapi tertangkap tangan sehingga pihaknya dianggap salah objek gugatan.

"Perkara penangkapan tidak sah termohon mendalilkan itu bukan penangkapan akan tetapi tertangkap tangan sehingga kami dianggap ada kesalahan obyek gugatan," katanya.

Menurutnya, meskipun disebut tertangkap tangan, tetap saja ada persoalan.

Pasalnya, Pasal 18 ayat 2 KUHAP yang mengatur tentang tertangkap tangan, sangat multitafsir.

"Meskipun tertangkap tangan bukan bagian dari penangkapan. Perlu dikritisi adalah mekanisme dan prosedur tertangkap tangan multitafsir sehingga tindak lanjut penanganan tertangkap tangan bagian dari penangkapan atau terpisah," katanya.

Rudy tetap berharap gugatan praperadilan yang diajukan dikabulkan majelis hakim.

"Saya tetap berharap gugatan praperadilan ini dapat dikabulkan," pungkasnya.

Sebagai informasi, ada dua gugatan praperadilan yang bakal digelar hari ini.

Pertama, gugatan terkait penyitaan barang pribadi milik Khadavi,  dengan nomor perkara 154/Pid.Pra/2020/PN.JKT.SEL tertanggal 28 Desember 2020. Dalam hal ini, pihak tergugatnya Bareskrim Polri.

Sedangkan kedua, gugatan terkait sah tidaknya penangkapan dengan nomor perkara 158/Pid.Pra/2020/PN.JKT.SEL tertanggal 30 Desember 2020. Tercatat ada tiga termohon yang digugat, yakni Kapolda Metro Jaya, Bareskrim Polri, dan Komnas HAM. (cr3/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler