Kuasa Hukum Nilai Dakwaan Kasus JIS Gunakan Pasal UU tak Valid

Kamis, 11 Desember 2014 – 18:19 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Patra M. Zen, kuasa hukum dua guru Jakarta International (JIS), menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyusun surat dakwaan berdasarkan Pasal Undang-Undang yang sudah tidak valid lagi. ‎

Patra mengatakan, JPU mendakwa Neil Bentleman dan Ferdinant Tjong dengan Pasal 80 dan 82 UU tahun 2002. Hal ini tidak tepat karena ketentuan Pasal 80 dan 82 UU Nomor 23 Tahun 2002 sudah diubah dalam UU 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang telah diundangkan pada 17 Oktober 2014.

BACA JUGA: Tolak PP, Honorer K2 Minta Inpres Pengangkatan CPNS

Dengan demikian, kata Patra, dakwaan Jaksa disusun berdasarkan pasal-pasal yang sudah tidak berlaku lagi, sehingga dapat disebut cacat hukum.

Karena itu, Patra melanjutkan, majelis hakim harus menyatakan bahwa surat dakwaan batal demi hukum.

BACA JUGA: Kabarkan Dana Desa Rp 1,4 M, Marwan Siapkan Surat Edaran

"Dalam Surat Dakwaan terhadap Neil dan Ferdi yang telah dibacakan oleh JPU pada 2 Desember 2014 masih menggunakan UU no 23 tahun 2002. Karena itu Surat Dakwaan JPU tersebut nyata-nyata dan amat terang melanggar Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.  Surat Dakwaan terhadap Neil dan Ferdi dibuat secara tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap," tegas Patra usai sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis (11/12).

‎Dikatakan, Majelis Hakim sudah semestinya menyatakan Surat Dakwaan JPU  batal demi hukum (venrechtswege nietig) karena tidak memenuhi syarat materiil penyusunan Dakwaan.  JPU juga sudah melanggar Surat Edaran Jaksa Agung RI No. SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan.

BACA JUGA: Ical Dukung Perppu Pilkada, Golkar Daerah Mengecam

Patra menegaskan berdasarkan ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP, amat jelas Surat Dakwaan terhadap Neil dan Ferdi mesti dinyatakan batal demi hukum (Null and Void), karena dua hal utama yaitu pertama karena disusun berdasarkan pasal UU yang sudah tidak valid.

"Alasan kedua mengapa dakwaan ini harus batal demi hukum karena dakwaan tindak pidana tidak menjelaskan waktu yang jelas," tambah Patra.

Dijelaskan Patra, dalam dakwaan yang dibacakan jaksa disebutkan, kasus yang melibatkan kedua guru tersebut "terjadi pada waktu yang tidak dapat diingat lagi dengan pasti antara bulan Januari 2013 sampai bulan Maret 2014 bertempat......(tidak jelas)".

Artinya, dakwaan pidana oleh JPU tidak menyebutkan kapan peristiwa ini terjadi, dimana dan dengan bukti-bukti apa. Dakwaan tersebut  tidak memenuhi ketentuan KUHAP, khususnya Pasal 143 ayat (2) huruf B yang mengharuskan disebutkan uraian yang jelas dan cermat atas waktu terjadinya pidana.

Bersamaan dengan pelaksaan sidang hari ini, kasus yang menimpa dua guru JIS tersebut terus menuai simpati publik. Hari ini para orangtua siswa dan staf JIS kembali mendatangi PN Jakarta Selatan untuk memberikan dukungan.

Mereka membentangkan spanduk dan poster-poster berisi dukungan kepada Neil dan Ferdi. Beberapa poster berbunyi : "Tolak Rekayasa JIS, JIS Tidak Akan Menyerah Pada Rekayasa Kasus, JIS Bersatu Tegakkan Kebenaran".

Hadir juga  perwakilan sejumlah yayasan lokal yang menjadi mitra binaan JIS. Mereka memberikan dukungan dan menyampaikan pendapatnya terkait kasus ini. "Setelah sekian lama berhubungan dan bekerjasama dalam berbagai proyek sosial dengan JIS, kami tidak percaya dengan kasus ini. Kasus seperti ini, menurut kami, mustahil terjadi di dalam sekolah yang memiliki sistem dan kontrol yang begitu bagus," jelas Retno Hapsari perwakilan dari yayasan XSProject, salah ‎satu yayasan bergerak di bidang daur ulang sampah yang selama ini menjadi salah satu mitra layanan komunitas JIS.

Selain itu hadir sejumlah perwakilan dari Yayasan Usaha Mulia dan Yayasan Kampung Kids. Mereka banyak mendapat dukungan dan bekerjasama untuk berbagai program sosial dan komunitas dari JIS.

Neil dan Ferdy diadukan ke polisi dengan tuduhan tindak asusila setelah gugatan perdata oleh TPW,  ditolak dan kemudian dinaikkan menjadi US$ 125 juta atau hampir senilai Rp 1,5 triliun. Sementara gugatan perdata sejak awal yang dilakukan Pipit kepada JIS senilai US$ 12 juta hanya ditujukan bagi 6 pekerja kebersihan. Pipit menggugat JIS sebesar itu lantaran anaknya diduga mengalami kekerasan asusila.

"Adanya gugatan yang begitu besar mestinya menjadi perhatian JPU dan majelis hakim. Jangan sampai orang yang tidak bersalah dan tidak punya akses ke kekuasan harus menjadi korban lagi," kata Patra. (ril/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wako Palembang Jual SPBU untuk Bayar Utang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler