Kuasa Hukum Ungkap Kejanggalan Pemecatan Fahri Hamzah

Senin, 20 Juni 2016 – 23:25 WIB
Fahri Hamzah. FOTO: DOK.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Kuasa hukum Fahri Hamzah, Mujahid A Latief mengungkap berbagai kejanggalan terkait pemecatan Wakil Ketua DPR itu.

Ia menilai langkah Ketua Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO), Ketua dan Anggota Majelis Tahkim, dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang memecat Fahri Hamzah sebagai kader PKS, anggota DPR dan Wakil Ketua DPR, merupakan tindakan melawan hukum.

BACA JUGA: Ribuan Perda Bermasalah, Ini Saran Ombudsman untuk Pemerintah

Pemecatan terhadap Fahri, lanjut dia, melanggar Pasal 1365 KUH Perdata dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.

"Tindakan melawan hukum para tergugat, adalah memecat Fahri Hamzah sejak 18 Februari 2016. Sedangkan Kementerian Hukum dan HAM baru mengesahkan atau mencatat atau melegalisasi keberadaan Majelis Tahkim PKS pada 25 April 2016," kata Mujahid, dalam rilisnya, Senin (20/6).

BACA JUGA: Masih Percaya Pernyataan Fadli Zon soal Audit RS Sumber Waras?

Menurutnya, di dalam UU Partai Politik ayat (2) menyatakan 'Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh Partai Politik'. Pada Ayat (3) 'Susunan mahkamah Partai Politik atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Pimpinan Partai Politik kepada Kementerian.

Selain itu, lanjutnya, pemecatan tersebut juga melanggar Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib Pasal 14 Ayat (1), 'Pemberhentian anggota DPR RI diusulkan oleh ketua umum atau sebutan lain pada kepengurusan pusat partai politik dan sekretaris jenderal kepada pimpinan DPR dengan tembusan kepada Presiden'.

BACA JUGA: Korban Tewas di Purworejo Bertambah Menjadi 40 Jiwa

"Sedangkan Surat DPP PKS yang memberhentikan Fahri Hamzah kader PKS, anggota DPR dan Wakil Ketua DPR, hanya ditandatangani oleh Presiden, tanpa ditandatangani Sekretaris Jenderal PKS," ungkapnya.

Bahkan ujarnya, pemecatan tersebut sekaligus melanggar konstitusi PKS, karena Fahri Hamzah diberhentikan dengan dakwaan palsu atau tuduhan palsu, seperti melawan pimpinan partai dan merusak citra partai.

"Padahal dakwaan palsu atau tuduhan palsu hanya pernah tersaji di zaman otoritarianisme Orde Baru. Begitu pun dengan penyelenggaraan (penyelidikan dan persidangan) pemberhentian Fahri Hamzah melanggar AD-ART dan pedoman-pedoman partai," tegasnya.

Dia jelaskan, Pedoman Partai Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Penegakan Disiplin Organisasi PKS Pasal 2, 'Penyelenggaraan penegakan disiplin organisasi berasaskan kebenaran, keadilan, persamaan hukum, dan ukhuwah islamiyah'.

Sedangkan pada Pasal 7 huruf (g) di ART PKS mengatur Hak Anggota, membela diri, mendapat pendampingan serta pembelaan, dan/atau rehabilitasi.

"Karena tindakan Tergugat melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan dan konstitusi partai, maka menurut hukum acara Perdata baik diatur dalam KUH Perdata, HIR/RBG dan Rv, tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum yang menjadi ranah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memeriksa dan mengadili," pungkasnya.(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketua MPR Sampaikan Bela Sungkawa untuk Korban Bencana di Jateng


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler