jpnn.com - JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Faridz, Humprey Djemat menuding Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly sebagai biang kerok berlanjutnya konflik di internal partai berlambang Kakbah itu. Menurutnya, muktamar PPP kubu M Romahurmuziy yang baru saja kelar tak lepas dari keputusan Yasonna.
Humprey menyatakan, Muktamar VIII PPP di Asrama Haji Pondok Gede yang dibuka Presiden Joko Widodo dan ditutup Wakil Presiden Jusuf Kalla sebenarnya ilegal. Sebab, muktamar yang dimaksudkan untuk islah itu merupakan hasil keputusan Yasonna menghidupkan lagi kepengurusan PPP hasil muktamar Bandung pada 2011 pimpinan Suryadharma Ali.
BACA JUGA: Irman Gusman Mulai Digoyang Mosi Tak Percaya
Padahal, kata Humphrey, sudah ada putusan Mahkamah Agung (MA) yang menguatkan kepengurusan PPP kubu Djan Faridz hasil muktamar di Jakarta pada 2014 lalu. Karenanya keputusan Yasonna memperpanjang kepengurusan pengurus PPP hasil muktamar Bandung merupakan tindakan melawan hukum.
"Putusan tersebut menolak kembali ke Muktamar Bandung karena kepengurusan itu sudah tidak ada lagi eksistensinya selepas putusan Mahkamah Partai. Masa menkumham tidak tahu. Biang keroknya menkumham," kata Humprey kepada wartawan di Jakarta, Senin (11/4).
BACA JUGA: Operasi Belum Berhasil, sang Jenderal Turun Langsung
Humprey yang juga kuasa hukum DPP PPP pimpinan Djan Faridz itu menilai muktamar islah sudah dirancang sedemikian rupa untuk aklamasi. Sebab, katanya, Romahurmuziy tidak siap siap untuk bertarung di muktamar dengan mekanisme one man one vote.
Karenanya, Muktamar VIII di Asrama Haji tersebut menurut Humprey, bukan forum islah karena Djan Faridz tidak dilibatkan. Humphrey bahkan menyebut Presiden Joko Widodo alias Jokowi menjadi korban bisikan.
BACA JUGA: Kubu Fahri Hamzah Tantang DPP PKS Adu Argumen
"Tapi mereka propagandanya ini islah termasuk Presiden Jokowi. Sayangnya, presiden kurang cermat. Ada Lukman (Menag), ada Wantimpres Suharso Manoarfa, mungkin bisikan-bisikan sangat kuat sekali," jelasnya.
Humphrey pun mengingatkan bahwa ada gugatan Djan Faridz atas SK menkumham yang menghidupkan lagi kepengurusan PPP hasil muktamar Bandung 2011. Karenanya PPP kubu Djan Faridz pun tak akan mengakui hasil muktamar di Asrama Haji Pondok Gede.
"Menkumham sudah bermain, tidak lagi netral. Jadi, tunggu saja waktunya gugatan, ini negara hukum atau tirani? Ini menunjukkan bahwa kekuasaan mengerdilkan hukum, ini sudah diingatkan oleh ketua MA," pungkas Humprey.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Filipina Ogah Izinkan TNI Bantu Serbu Kelompok Abu Sayyaf
Redaktur : Tim Redaksi