jpnn.com - jpnn.com - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang kedua terhadap Samsudin Warsa selaku terdakwa perkara sengketa proyek PT Geo Dipa dan PT Bumigas, Rabu (11/1). Mantan Direktur PT Geo Dipa (Persero) itu diagendakan majelis hakim membacakan nota keberatan atau eksepsinya.
Heru Mardijarto selaku penasihat hukum Samsudin menyebut dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) kepada kliennya tidak tepat sasaran. Sebab, dalam surat dakwaan tegas dikatakan jika perkara yang menjerat Samsudin merupakan tindakan korporasi bukan perorangan.
BACA JUGA: Protes, Pegawai Geo Dipa Gelar Aksi di PN Jaksel
"Dalam hal ini, klien kami hanya melaksanakan tindakan-tindakan korporasi sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya sebagai seorang Direktur pada suatu badan hukum sesuai dengan kebijakan internal Geo Dipa. Oleh karena itu, apabila benar telah terjadi tindak pidana penipuan atau Quod Non, klien kami, secara hukum, tidak dapat dimintakan pertanggungjawabnya selaku pribadi," kata Heru di depan majelis hakim di PN Jaksel, Jakarta, Rabu (11/1).
Kemudian, Heru mengatakan surat dakwaan terkait tindak pidana penipuan yang dituduhkan kepada kliennya pun sudah kadaluarsa. Mengingat, kasus ini disidik setelah 12 tahun dugaan tindak pidana tersebut bergulir yakni sekitar tanggal 22 Oktober 2002 sampai dengan 5 Maret 2003.
BACA JUGA: PLN Sebaiknya Lupakan PGE agar Fokus ke Transmisi
Di mana saat itu, Bumigas diundang oleh Geo Dipa untuk mengikuti tender proyek PLTP Dieng-Patuha sampai keluarnya pengumuman Bumigas sebagai pemenang tender.
Maka, penuntutan atas dugaan tindak pidana penipuan ini seharusnya dilakukan paling lambat pada tahun 2015 bukan pada tahun 2016 sebagaiman tercantum dalam Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Biasa No. B-1374/APB/SEL/EPP.2/10/2016 tertanggal 25 Oktober 2016.
BACA JUGA: AU Senegal Beli Pesawat Karya Anak Bangsa dari PTDI
"Namun demikian, penuntut umum baru melimpahkan pemeriksan perkara ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 25 Oktober 2016," terang dia.
Bukan hanya itu, Heru juga menganggap dakwaan dari JPU prematur atau tidak memenuhi pokok perkara. Karenanya, dia menilai, dakwaan harus batal sesuai yang diatur dalam Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP.
"Tidak jelas perihal uraian waktu terjadinya tindak pidana, penggunaan istilah izin konsesi yang tidak pernah dikenal, dan konteks hukum panas bumi di Indonesia serta kesalahan penulisan pada bagian tempat lahir Samsudin," beber dia.
Dia meminta kepada majelis hakim agar jaksa penuntut umum memperbaiki tata tertib administrasi dan penulisan. Selain itu, dia juga meminta JPU mengerucutkan tuntutannya dalam mendakwakan kliennya.
Penasihat hukum Samsudin lainnya Lia Alizia menerangkan, dakwaan JPU kepada kliennya tidak tepat sasaran. Dia menilai, baik proses dakwaan dan penyidikan, semuanya terkesan dipaksakan.
"Proses penyidikan yang berlarut-larut dan tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku termasuk penyidik tidak dengan segera memberitahukan dimulainya penyidikan (SPDP) perkara ini kepada penuntut umum," terang dia.
Kemudian, kata dia, penyitaan yang dilakukan pada saat penyidikan perkara ini tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum. Penyidik juga tidak membuat surat tanda penerimaan penyerahan berkas Minutes of Meeting (MoM) terkait dokumen vital tertanggal 1 Agustus 2005 dan 19 Agustus 2005.
"Kemudian penuntut umum tidak memberikan salinan berkas perkara pada saat yang bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kepada terdakwa atau pihak kuasa hukum sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 143 ayat (4) KUHAP beserta penjelasannya," jelas dia.
Lia sendiri mengungkapkan, kasus ini bermula dari sengketa perdata antara Geo Dipa dan Bumigas terkait pelaksanaan kontrak yang berprinsip pada suatu perjanjian hubungan perdata. Di mana jika ada pihak yang melanggar.
"Kami dan klien kami berpendapat bahwa sudah sepatutnya pemeriksaan perkara ini tidak dilanjutkan. Sebab sesungguhnya permasalahan dalam perkara ini adalah permasalahan yang sudah jelas merupakan permasalahan dalam lingkup perdata sehingga masih terdapat cara lain untuk menyelesaikan permasalahan ini selain penggunaan hukum pidana agar tetap sejalan dengan asas ultimum remidium," tandas Lia. (Mg4/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menumbuhkan Pabrik Gula di Kawasan Pedesaan
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga