Kubu Juliari Sebut Matheus Joko Tak Pantas Jadi JC, Ini Alasannya

Selasa, 22 Juni 2021 – 22:04 WIB
Matheus Joko Santoso, pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Sosial yang terjerat kasus suap Bansos Covid-19. Foto: arsip JPNN.com/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Penasihat hukum Juliari P Batubara, Maqdir Ismail menilai pengajuan Justice Collaborator (JC) yang dilakukan terdakwa Matheus Joko Santoso (MJS) tidak masuk akal. Sebab, Maqdir menilai Matheus Joko pemeran utama, tetapi terkesan memposisikan diri sebagai korban.

"MJS seharusnya dihukum dengan hukuman tinggi dan permohonannya dikesampingkan. Dengan cara seperti ini orang tidak akan dengan mudah dan gampang seolah-olah mencari perlindungan, seolah-olah adalah korban. Kalau tidak ada OTT. Dia (MJS) sudah memegang uang cukup banyak hampir Rp 14 miliar. Sedangkan yang lain tidak ada yang pegang uang," kata Maqdir dalam siaran pers, Selasa (22/6).

BACA JUGA: Matheus Joko dan Sejumlah Pihak akan Bersaksi di Persidangan Juliari P Batubara

Maqdir melanjutkan, Matheus Joko hanya ingin mengundang perhatian dan melempar kesalahan. Maqdir menerangkan bahwa para saksi vendor Bansos Covid-19 mengungkap telah dipalak Matheus Joko pada beberapa persidangan sebelumnya.

"Menurut hemat saya MJS tidak pantas untuk mendapat status sebagai JC, karena dia adalah kewenangan pelaku utama terjadinya perkara bansos. MJS tidak bisa disebut sebagai saksi mahkota," tegas dia.

BACA JUGA: Para Saksi Sebut Fee Bansos Ratusan Juta Mengalir ke Matheus Joko bukan Juliari

Maqdir mengungkapkan, di banyak negara umumnya saksi mahkota digunakan untuk membongkar perkara atau kejahatan terorganisasi yang tidak mudah pembuktiannya.

Namun, Maqdir melihat perkara dugaan suap Bansos Covid-19 cukup mudah dan buktinya jelas. Matheus Joko Santoso tertangkap tangan dengan bukti uang yang nyata serta hasil penyadapan.

BACA JUGA: Direktur Keuangan Ungkap Peran Matheus Joko dan Harry di Kasus Proyek Bansos Covid-19

Menurut Maqdir, Matheus Joko merupakan aktor sebenarnya dari kasus dugaan suap Bansos di Kemensos.

Maqdir juga menyebutkan bahwa dari BAP dan keterangan saksi, Matheus dan Daning Saraswati juga terlibat hubungan asmara dengan cara hidup dan kesusilaan yang tidak sesuai dengan kebiasaan orang Indonesia.

Maqdir mengatakan, hal itu diperkuat oleh kesaksian terpidana Harry Van Sidabukke (HVS) pada saat persidangan Matheus Joko yang mengungkap fakta adanya kedekatan personal.

Secara terpisah dalam persidangan MJS dan Harry sendiri juga pernah menyebutkan bahwa Matheus Joko memberikan modal sebesar Rp 3 miliar untuk pendirian PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang merupakan salah satu vendor Bansos Covid-19. Perusahaan itu diketahui dimiliki Daning.

Selain memperoleh modal usaha untuk mendirikan PT RPI, Daning juga difasiltasi rumah di daerah Cakung Jakarta Timur, mobil Toyota Vios, Toyota Cross, dan safe deposit box (SDB) BRI senilai Rp 1,8 miliar.

Di persidangan terpidana Harry sebelumnya juga terungkap tidak pernah memberikan komitmen fee kepada Juliari Peter Batubara.

Menurut Maqdir, permintaan fee hanya datang atau inisiatif dari Matheus Joko. Oleh karena itu, Maqdir menegaskan Matheus jelas-jelas terus berupaya menyembunyikan kejahatannya dengan melempar tanggung jawab.

"Saksi seperti MJS ini adalah saksi yang tidak bertanggung jawab. Dia adalah orang mau cari kekayaan dan hidup bersenang-senang, kemudian melemparkan tanggung jawab ke atasan. Makanya saya katakan ini adalah saksi durhaka," tandasnya. (tan/jpnn)


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler