jpnn.com, JAKARTA - Pengamat komunikasi politik Ari Junaedi menilai, tindakan aparat kepolisian melarang digelarnya deklarasi #2019GantiPresiden di Surabaya, Minggu (26/8), sudah sangat tepat dan proporsional.
Karena jika dibiarkan, potensi gesekan dan konflik fisik mudah tersulut. Apalagi gerakan menentang deklarasi itu kini mulai bermunculan.
BACA JUGA: Begini Respons KPU Soal Ganti Presiden dan Jokowi 2 Periode
"Jika gerakan yang pro dan anti #2019GantiPresiden bertemu, itu gesekan akan dengan mudah tersulut," ujar Ari kepada JPNN, Senin (27/8).
Alasan lain, pengajar di Universitas Indonesia ini juga menilai gerakan #2019GantiPresiden tidak ubahnya ingin membenturkan masyarakat di akar rumput. Karena itu, sangat tepat untuk dilarang.
BACA JUGA: Kronologis Mardani Ali Sera Dilarang Naik ke Panggung
"Dari kacamata semua aspek tinjauan yuridis, psikologis atau sosial, gerakan itu tidak ubahnya ingin membenturkan dua kelompok yang pro-kontra dalam satu lokasi. Polri sudah tepat membubarkan," ucapnya.
Pembimbing disertasi S3 di Universitas Padjajaran ini juga menyatakan, gerakan #2019GantiPresiden tidak murni gerakan yang lahir dari masyarakat. Patut diduga diinisiasi oleh petinggi partai pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
BACA JUGA: Deklarasi #2019GantiPresiden Dibubarkan, Cederai Demokrasi!
"Ini ranah politis yang sengaja digiring oleh elite-elite PKS, Gerindra dan PAN untuk mendegradasi Jokowi di masyarakat. Sayangnya, mereka melalaikan betapa mahal dampak perpecahan bangsa yang disebabkan oleh gerakan tersebut," katanya.
BACA JUGA: Kronologis Mardani Ali Sera Dilarang Naik ke Panggung
Ari kemudian mencontohkan, jika kelompok pendukung Jokowi melahirkan gerakan #2019ogahcaprespelanggarham, atau #2019tolakcawapreskardus, kubu pendukung Prabowo-Sandi diyakini juga tidak akan terima.
"Jadi, semua elite politik semestinya lebih mengedepankan NKRI yang utuh dan bersatu," pungkas Ari.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... #2019GantiPresiden seperti Buah Simalakama bagi Petahana
Redaktur & Reporter : Ken Girsang