Kubu Prabowo Sengaja Gunakan Paradigma Pesimistis?

Sabtu, 22 Desember 2018 – 06:58 WIB
Boni Hargens. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Boni Hargens mengatakan proses elektoral menuju Pilpres 2019 telah membentuk realitas sosial-politik yang kompleks dan meresahkan.

Menurut Boni, pandangan tersebut setelah melihat realita yang ada. Pertama, penerapan kampanye negatif yang kebablasan sehingga menjelma menjadi kampanye hitam. Serangan-serangan terhadap petahana oleh oposisi telah kehilangan nuansa rasional dan moral sehingga antara kritik dan caci-maki sudah tidak ada batas.

BACA JUGA: Capres dan Tim Harus Mengutamakan Narasi Konstruktif

"Akibatnya, kebenaran dan kebohongan tidak lagi penting, karena yang terpenting adalah menang-kalah," ujar Boni pada diskusi mengangkat tema 'Prabowo Kalah, Indonesia Punah?' yang digelar Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) di Jakarta, Jumat (21/12).

Kedua, politisasi identitas SARA, kata Direktur LPI ini, menjadi andalan utama oposisi untuk menggerus dukungan terhadap petahana dan mendulang suara dari pemilih labil atau swing voters, terutama klaster pemilih milenial yang krisis informasi tentang rekam jejak para kandidat dan partai politik yang ada.

BACA JUGA: Penjelasan Mantan Panglima TNI soal Indonesia Terancam Punah

"Ketiga, paradigma politik para kandidat yang membentuk model kampanye dan narasi atau propaganda politik yang dikembangkan," ucapnya.

Boni menilai, kubu oposisi memakai paradigma pesimistik tentang keadaan Indonesia. Sementara kubu petahana melihat dengan paradigma optimistis, karena melihat laju pembangunan terus bergerak pada garis linear yang meyakinkan sejak Jokowi berkuasa 2014 lalu.

BACA JUGA: Hari Ini Prabowo Bakal Bertemu SBY Lagi

Paradigma pesimistik yang dipakai oposisi memanfaatkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat di akar rumput. Antara lain, kemiskinan, krisis informasi, keterbatasan peluang akses terhadap pembangunan dan perasaan ketidakadilan yang bersifat struktural.

"Sebetulnya kondisi sosial ekonomi merupakan dampak dari kegagalan pembangunan sejak Orde Baru berkuasa 32 tahun. Namun, kubu Prabowo Subianto (calon presiden dari kubu oposisi) sepertinya ingin mempolitisasi perasaan kolektif masyarakat," katanya.

Kubu Prabowo, kata Boni kemudian, terkesan ingin meletakkan dosa Orde Baru dan kegagalan sepuluh tahun Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memimpin, sebagai beban yang harus dipikul Jokowi yang baru berkuasa empat tahun.

"Pada ruang inilah, Prabowo ingin melakukan abstraksi atas seluruh pendekatan pesimistik yang diterapkannya dengan menebarkan ketakutan kolektif, bahwa jika ia tidak terpilih maka Indonesia punah," tuturnya.

Lebih lanjut Boni mengatakan, upaya tersebut merupakan trik politik yang cerdik dan licik, tapi cukup efektif. Karena tidak rumit dan mudah dimengerti masyarakat.

"Model propaganda macam ini bisa mengalahkan seluruh prinsip baik dan kinerja Jokowi, jika petahana tidak mampu menangkal dengan narasi yang tepat, cerdas dan pola penyampaian yang tepat-sasaran dan mudah dimengerti publik," katanya.

Di sisi lain, Boni menilai paradigma optimistis Jokowi memerlukan strategi canvassing yang tepat di tingkat basis, agar basis pemilih tidak digarap oleh lawan.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jadwal Debat Capres Edisi Terakhir Belum Ditetapkan


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler