jpnn.com, JAKARTA - Penasihat hukum bos PT Duta Palma Group Surya Darmadi, Juniver Girsang menilai dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) tidak sempurna dan terkesan dibuat secara terburu-buru.
Oleh karena itu, Juniver mengeklaim kliennya yang akrab disapa Apeng itu menjadi korban dari proses penegakan hukum.
BACA JUGA: Surya Darmadi Didakwa Rugikan Negara Rp 78,7 Triliun
Juniver menilai ada tujuan tertentu sehingga dakwaan disusun terburu-buru.
"Bahwa istilah kata sumir dan prematur dalam konteks surat dakwaan diartikan sebagai dakwaan yang disusun dan atau dibuat terlalu singkat dan terburu-buru yang belum saatnya untuk diajukan ke depan persidangan," kata Juniver saat persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (19/9).
BACA JUGA: Surya Darmadi Bakal Menyerahkan Diri, SA Institut Puji Kerja Kejaksaan
Apeng didakwa telah melakukan korupsi terkait penyerobotan lahan untuk perkebunan sawit oleh perusahaannya.
Korupsi tersebut diduga menimbulkan kerugian sekitar Rp 86,5 triliun.
Dia menekankan sudah ada Omnibus Law pada UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dalam Pasal 110 dan Pasal 110 b juncto Putusan MK Nomor 91/PUU-18 Tahun 2020 menyatakan masih memberikan waktu selama tiga tahun kepada pelaku usaha untuk menuntaskan administrasi pengurusan izin pelepasan kawasan hutan.
"Hanya dikenakan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan dimaksud," tutur Juniver.
Oleh karena itu, Juniver meyakini kliennya tidak akan menjalani proses hukum seperti sekarang ini jika JPU tidak terburu-buru dalam mengambil langkah.
Dia menjelaskan dasar penilaiannya itu.
"Karena beberapa perusahaan milik terdakwa yaitu PT Palma Satu, PT Seberida Subur, dan PT Panca Agrolestari masih memiliki waktu tiga tahun sampai 2023 untuk menyelesaikan semua proses administrasi pengurusan izin pelepasan kawasan hutan tersebut, sementara PT Kencana Amal Tani dan Banyu Bening Utama sudah memiliki hak guna usaha atau HGU," ungkapnya.
Dalam kasus ini, Apeng didakwa melakukan korupsi yang menyebabkan kerugian perekonomian negara sekitar Rp 73,9 triliun atau Rp 73.920.690.300.000.
Korupsi terkait penyerobotan lahan untuk perkebunan sawit oleh perusahaan Apeng itu dilakukan bersama eks Bupati Indragiri Hulu Raja Thamsir Rachman.
Apeng disebut telah memperkaya dirinya sebesar Rp 7.593.068.204.327 dan USD 7.885.857.
Dia juga didakwa merugikan keuangan negara Rp 4.798.706.951.640,00 dan USD 7.885.857,36. Total kerugian di kasus ini senilai Rp 86.547.386.723.891.
Apeng didakwa dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Apeng juga didakwa dengan Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Zailis Disiksa Majikan Sadis, Ini Isi Dakwaan Jaksa Malaysia
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga