Kudatuli, Rumah Puan Maharani Penuh Pengungsi, Keluar saja Susah

Rabu, 27 Juli 2022 – 11:02 WIB
Puan Maharani mengenang Kudatuli. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Peristiwa 27 Juli 1996 atau biasa dikenal juga dengan kerusuhan 27 Juli (Kudatuli) menjadi salah satu catatan buruk perpolitikan Indonesia.

Sabtu Kelabu itu terjadi pertumpahan darah di kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, DKI Jakarta.

BACA JUGA: Kasus Kudatuli Sulit Selesai Jika Komnas HAM Tak Berperan

Peristiwa yang berkesan bagi putri Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani.

Puan belia duduk di bangku kuliah. Dia aktif mendampingi ibunya dalam berbagai aktivitas politik, termasuk saat Kudatuli.

BACA JUGA: Sekjen PDIP Minta Kasus Kudatuli Harus Diungkap, Sampai ke Aktor Intelektual 

Mbak Puan menceritakan saat itu dia dan Bu Megawati hendak berangkat ke kantor DPP PDI.

"Ibu saya bilang, ayo siap-siap ke Diponegoro. Saya sudah siap, tiba-tiba Ibu ditelpon lagi,” kata Puan.

BACA JUGA: Kepada Aktor Politik di Balik Tragedi Kudatuli, Sekjen PDIP: Kami Belum Selesai

Bu Mega mendapat kabar Diponegoro genting.

Puan beserta ibu dan ayahanda Taufik Kiemas pun akhirnya menunggu di rumah mereka di Kebagusan.

“Menit per menit itu semuanya report ke ibu saya. Sekarang ada beberapa truk yang mendekati DPP Diponegoro. Semua sudah turun berpakaian hitam-hitam, dan sebagainya. Sampai akhirnya terjadi penyerangan, penyerbuan, dan pembakaran,” kata Puan.

Mbak Puan menyaksikan banyak korban dari upaya pengambilalihan paksa kantor DPP PDI itu, dalam keadaan luka parah dibawa ke Kebagusan.

“Rumah sudah seperti tempat pengungsian,” tutur Puan.

Perempuan kelahiran Jakarta, 6 September 1973 ini mengaku ketika itu dia sempat panik melihat orang luka parah di rumahnya.

Puan bersyukur banyak orang yang menolong, seperti sejumlah dokter.

“Ada simpatisan yang dokter datang mengobati," ujar Puan.

Selama kondisi genting itu, Puan mendapat tugas khusus dari kedua orangtuanya yang sibuk dalam urusan politik.

Puan bertugas menyiapkan makanan buat para simpatisan di Kebagusan.

"Masak apa ya yang cepat untuk orang sebanyak itu. Kami cuma punya peralatan kecil,” kata Puan.

Dia pun meminta pembantu di rumahnya memasak nasi dan sayur sop.

Menu itu dipilih karena mengenyangkan dan bisa untuk banyak orang.

“Alhamdulilah, akhirnya tanpa diminta pun banyak orang yang menyumbang, dari siapa saja saya enggak tahu. Ada beras, pisang, tempe, tahu dan sebagainya," tutur Puan.

"Di tengah kami kesusahan, masih banyak orang baik yang menolong,” imbuhnya.

Para simpatisan pendukung Megawati itu terus berkumpul di rumah Kebagusan sampai situasi panas mereda.

Puan mengatakan saat itu kuliahnya di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia sempat terganggu akibat kondisi di rumahnya itu.

"Mau keluar rumah aja susah," katanya.

Puan mencoba membantu perjuangan ibunya dan bertanggung jawab atas kuliahnya.

Menurut Ketua DPR ini Kudatuli menggembleng dan membentuk dirinya.

"Kalau orang yang enggak tahu, dipikir Puan itu hidup enak, enggak pernah susah. Cucu Soekarno, anak Bu Megawati. Ada cerita yang banyak orang tidak tahu," kata Puan. (*/adk/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mufthia Ridwan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler