"KUHAP sudah berusia 29 tahun, yang oleh banyak kalangan dinilai tidak sesuai dengan perkembangan dunia praktek hukum yang semakin kompleksJauh-jauh hari, bahkan para pemerhati hukum, khususnya akademisi dan praktisi, menyadari bahwa KUHAP memiliki sejumlah kelemahan
BACA JUGA: Korupsi di Natuna Bikin Hakim Gelengkan Kepala
Akibatnya, alih-alih mendorong terciptanya keadilan dan kepastian hukum, KUHAP justru kerap menimbulkan kekacauan hukum," kata pengamat hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Eddy O.S Hiariej, di Jakarta, Senin (7/12).KUHAP yang masih berlaku sekarang terbukti kerap menimbulkan kesimpangsiuran hukum karena sejumlah ketentuan yang diatur di dalamnya multi tafsir
BACA JUGA: Anggota Pansus Dipaksa Kontrak Politik
"Salah satu yang harus diperjelas oleh revisi KUHAP adalah pengaturan tentang upaya hukum," tegasnya, sembari mencontohkan praktek pengajuan peninjauan (PK) kembali yang kerap membingungkan masyarakatJaksa, menurut Eddy, seharusnya hanya bertindak sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang
BACA JUGA: KPK Harus Periksa Rekening Ibas
Jika hukum acara pidana menegaskan PK adalah hak terpidana atau ahli warisnya, maka jaksa tidak semestinya menafsirkan lain sehingga mengajukan PKRevisi KUHAP harus menegaskan bahwa selain terpidana atau ahli warisnya, PK tidak boleh diajukan oleh pihak lain, termasuk jaksa.Selain itu, Eddy menyambut baik langkah Badan Legislasi DPR yang memasukkan revisi KUHAP dalam RUU Prioritas 2010Ia berharap DPR mampu menyelesaikan revisi KUHAP sesuai target tahun ini“DPR harus segera memprioritaskan revisi KUHAP untuk menghentikan kekisruhan hukum acara pidana yang terjadi selama ini,” ujarnya.
Dalam diskusi yang sama, DrTeuku Nasrullah yang juga perumus RUU KUHAP mengatakan KUHAP harus direvisi tidak hanya karena sejumlah kelemahan yang dimilikinyaLebih dari itu, KUHAP Indonesia juga sudah banyak tertinggal dibandingkan KUHAP negara lainSebagai contoh, aturan tentang praperadilanRumusan yang diatur dalam KUHAP, masih memberatkan masyarakat dan minim kontribusi negara.
“Rakyat yang sudah menjadi korban harus berupaya sendiri memperbaiki nasibnya dengan mengajukan praperadilanSeharusnya, segala tindakan aparat harus diawasi oleh negara, makanya akan diterapkan konsep hakim komisaris,” jelasnya.
Revisi KUHAP, lanjut Nasrullah, juga akan mengoreksi aturan tentang PK yang selama ini disalahtafsirkanRevisi KUHAP nantinya akan mempertegas bahwa yang berhak menempuh upaya hukum PK adalah terpidana atau ahli warisnyaPK pada hakikatnya, menurut Nasrullah, bukanlah tahap pengadilan berikutnya setelah kasasiPK adalah ruang bagi terpidana atau ahli warisnya untuk memperbaiki nasibnya karena merasa putusan hakim tidak tepat.
“Sekarang ini banyak sekali permasalahan hukum di negeri ini, dan solusi terbaiknya adalah merevisi KUHAPKuncinya ada di DPR, apakah mereka mau mendorong perbaikan sistem hukum Indonesia atau tidak?” tanya Nasrullah(fas/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Banyak Tak Paham Akuntabilitas
Redaktur : Auri Jaya