KUHP Baru: Wujud Nilai Indonesia Dalam Wajah Hukum Pidana

Selasa, 31 Januari 2023 – 03:31 WIB
Ilustrasi - Situasi unjuk rasa menolak RKUHP di depan Gedung DPR/MPR/DPD RI, Senayan, Jakarta Pusat. Foto: Kenny Kurnia Putra/JPNN.com

jpnn.com, MALUKU UTARA - Salah satu perbedaan mendasar KUHP baru dengan KUHP kolonial adalah pengedepanan norma restoratif justice, di mana hukuman yang akan diberikan bagi setiap tindak pidana akan bertitikberat pada pemulihan keadilan, bukan semata pada penghukuman.

Hal tersebut disampaikan oleh Plt. Dirjen Perundang-Undangan Kemenkumham RI, Dr Dhana Putra.

BACA JUGA: KUHP Baru Harus Sangat Futuristis dan Harus Gencar Disosialisasikan

"Dari segi jenis pidana, ada dua hal yang terbaru, yakni kerja sosial dan pengawasan. Pidana mati bukan lagi pidana pokok. Sementara, dari segi tujuan pidana pun sebenarnya KUHP lama tidak memiliki tujuan, pokoknya ada retributif dari setiap tindak pidana. Akibatnya, lapas over kapasitas," papar Dhana saat hadir sebagai pembicara dalam acara Sosialisasi KUHP di Hotel Sahid Bela Ternate, Maluku Utara, Senin (30/1).

Dengan KUHP baru ini banyak hal yang bisa kita tempatkan sebagai restoratif justice.

BACA JUGA: Temui Komunitas Penyandang Disabilitas, Ganjar Siapkan Perbaikan Fasilitas Umum

"Sehingga, terkait tindak pidana yang sifatnya ringan tidak perlu yang namanya masuk penjara. Sebetulnya banyak sekali pembaharuan hukum pidana yang diatur dalam KUHP baru ini," tambahnya.

Sementara itu, menurut Guru Besar Hukum Pidana UGM, Prof Dr Marcus Priyo Gunarto, munculnya pro kontra dalam proses penyusunan KUHP baru ini, merupakan hal yang lumrah.

BACA JUGA: Menkeu Berpesan Begini Soal Dana PMN, BTN Pastikan Hasil Rights Issue Tepat Sasaran

Perbedaan pendapat memang selalu ada dalam proses demokrasi, selama dilakukan dalam koridor konstitusional yang justru berakibat baik dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

"Soal reaksi dari sebagian masyarakat yang kontra terhadap KUHP baru, itu adalah hal yang biasa dan sangat wajar. KUHP baru ini merupakan residu dari berbagai kepentingan yang bisa dikompromikan. Pastinya ada pihak yang setuju dan tidak, tapi kita ambil jalan tengahnya, menggunakan prinsip keseimbangan antara kepentingan negara, masyarakat dan individu," ucap Prof Marcus.

Lebih jauh Prof Marcus menjelaskan, implementasi KUHP nasional yang menganut asas keseimbangan ini akan menjadi perwujudan nilai ke-Indonesia-an dalam penegakan hukum.

"Prinsip dasarnya hukum pidana tidak boleh menitikberatkan pada salah satu kepentingan saja. Misalnya, tidak menitikberatkan pada kepentingan negara saja karena bisa menjadi alat kekuasaan. Hukum pidana juga tidak boleh menitikberatkan pada kepentingan masyarakat saja, agar mencegah hak-hak privat yang nantinya dikriminalisasi," papar Marcus.

"Juga tidak boleh menitikberatkan pada individu dengan dalih hak asasi, karena dikhawatirkan masyarakat kita akan mengarah kepada masyarakat liberal, sedangkan masyarakat kita kan monodualis yang menyeimbangkan kepentingan individu dan umum," imbuhnya.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler