Pansus RUU Pemilu

Kunker Jauh-Jauh ke Jerman, Ternyata Cuma Mau...

Rabu, 22 Maret 2017 – 11:59 WIB
Gedung DPR/MPR. Iustrasi Foto: Ist/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Panitia Khusus (Pansus) Pemilu DPR RI telah kembali ke Tanah Air pasca studi banding ke Jerman dan Meksiko. Hasilnya, justru menuai kecaman lantaran menggulirkan usulan yang kontroversial bagi perpolitikan Indonesia.

Mereka membuka wacana komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) diisi unsur partai politik.

BACA JUGA: Sistem Pemilu Terbuka Terbatas sebagai Jalan Tengah

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus sangat keras mengecam hal tersebut. Dia menilai, wacana agar Komisioner KPU ada dari unsur parpol dinilai sebagai langkah mundur.

”Jauh-jauh ke Jerman dan Meksiko, rupanya hanya untuk mencari legitimasi bagaimana partai politik menyusupkan kepentingan dan orang-orangnya ke semua lini termasuk penyelenggara pemilu,” ungkapnya kepada wartawan, Selasa (21/3).

BACA JUGA: Ini Hasil Kunker Istimewa Komisi III ke Bali

Dia menyatakan, melalui wacana tersebut, Pansus seolah mencari pembenaran untuk mengakomodasi kepentingan mereka melalui RUU Pemilu. Dengan mengakomodasi unsur parpol dalam tubuh penyelenggara, ia khawatir akan menghilangkan netralitas penyelenggara pemilu.

Lucius menilai, wacana tersebut sekaligus membenarkan banyak skenario yang dibangun fraksi-fraksi di Pansus selama ini untuk menyusupkan kepentingan masing-masing.

BACA JUGA: Kunker Istimewa Komisi III ke Pulau Dewata

”Itu artinya perjalanan jauh meninggalkan negara untuk ke Jerman dan Meksiko sesungguhnya untuk membuat kesepakatan buruk memasukkan kader parpol ke dalam tubuh penyelenggara pemilu. Pansus RUU Pemilu ini harus bertanggung jawab terhadap nasib pemilu kita selanjutnya, tukas Lucius.

Diamini Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini. Dia juga ikut mengkritisi wacana yang dilontarkan Pansus Pemilu. Menurut Titi, dengan wacana seperti itu, kunjungan Pansus ke Jerman tidak memberikan kontribusi bagi terwujudnya pemilu yang demokratis. Pansus gagal paham terhadap konteks pemilu di Indonesia.

”Pansus tidak hanya gagal paham, tapi justru tidak berkontribusi apa-apa dalam kunjungan itu. Konklusinya tidak relevan dalam wujudkan aturan pemilu yang demokratis,” kata Titi, saat dihubungi, Selasa (21/3).

Titi menuturkan, dalam sistem pemilihan umum di Jerman, tidak ada lembaga seperti KPU. Pemilihan umum diselenggarakan oleh lembaga sejenis Badan Pusat Statistik. ”Tidak ada seperti KPU di sana. Nomenklatur berbeda,” ucap Titi.

Titi juga mempertanyakan alasan Pansus yang menyebutkan unsur partai di KPU merupakan langkah untuk meminimalisir kecurangan. Untuk memantau kecurangan, sudah lembaga yang berwenang untuk mengawasi penyelenggara pemilu yaitu Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Selain itu, tambahnya, penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan Agung juga terlibat dalam Sentra Pengawasan Terpadu (Sentra Gakkumdu). ”Apa tidak cukup lembaga itu? Belum lagi DPR Komisi II jadi mitra kerja KPU. Tidak logis alasan mereka. Belajar dari negera lain penting tapi harus sesuai konteks. Sistem pemilu Jerman tidak sama,” ujar Titi.

Titi berharap, Pansus RUU Pemilu fokus pada pembahasan isu substansial dan tidak menimbulkan wacana yang kontraproduktif. Sebab, tahapan pemilu serentak 2019 akan dimulai pada Juni 2017.

Diketahui, Ketua Pansus RUU Pemilu DPR, Lukman Eddy mengatakan, usulan itu baru wacana setelah Pansus melakukan kunjungan ke Jerman beberapa waktu lalu. ”Itu wacana yang berkembang.

Ada dua opsi, bisa itu jadi bagian unsur KPU. Kalau di Jerman itu ada unsur pemerintah di KPU-nya, kemudian ada unsur parpol, ada masyarakat. Kalau kita masyarakat semua,” kata Lukman kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (21/3).

Sementara opsi kedua, kata Wakil Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB itu, Komisioner KPU tidak dari parpol, melainkan ada board khusus yang diatur dalam UU.

Ditambahkan Wakil Ketua Pansus Pemilu DPR, Yandri Susanto usulan ini mengacu pada keanggotaan KPU di Jerman. Di Jerman, KPU terdiri atas delapan orang berlatar belakang partai politik, dan dua orang hakim untuk mengawal bila muncul permasalahan hukum.

Ditanya tentang independensi penyelenggara pemilu yang berlatar belakang partai politik? Yandri mengatakan, hal itu justru meminimalisasi kecurangan.

”Itu kami tanya kemarin. Di situlah katanya kalau dari partai politik saling menjaga. Nggak mungkin di situ ada kecurangan karena akan ketahuan,” ujar Yandri. (aen)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendagri Dukung Pansus RUU Pemilu Kunker ke Luar Negeri


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler