Kurangi Ketergantungan Bahan Bakar Fosil, Alihkan ke Energi Ramah Lingkungan

Selasa, 19 Februari 2019 – 17:08 WIB
Presiden Joko Widodo menjajal motor listrik Gesits di kompleks Istana Negara. Foto: Biro Pers

jpnn.com, JAKARTA - Sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN), Indonesia berupaya mengalihkan konsumsi energi yang sebelumnya berbasis pada energi fosil minyak, gas, dan batubara, menjadi struktur bauran energi berbasis energi baru dan terbarukan (EBT).

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Harjanto menjelaskan, sesuai dengan Road Map (Peta Jalan) industri otomotif nasional dan misi mengembangkan industri otomotif yang andal dan kompetitif serta berkelanjutan, sejak 2013 sampai 2022 Indonesia sudah mencanangkan pengembangan produksi kendaraan roda dua berbasis LCEV (low carbon emission vehicle) atau kendaraan rendah emisi.

BACA JUGA: Jusuf Kalla Pastikan Tidak Ada Monopoli soal Penjualan BBM

“Targetnya tahun 2025, populasi mobil listrik diperkirakan tembus 20 persen atau sekitar 400 ribu unit dari 2 juta mobil yang diproduksi di dalam negeri,” ungkap Harjanto.

Di samping itu, pada 2025, juga dibidik 2 juta unit untuk populasi motor listrik. “Jadi, langkah strategis sudah disiapkan secara bertahap, sehingga kita bisa menuju produksi mobil atau sepeda motor listrik yang berdaya saing di pasar domestik maupun ekspor,” sambungnya.

BACA JUGA: Harga BBM Naik Turun Tiap Bulan

Terpisah, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjelaskan, pengembangan kendaraan listrik sebagai komitmen pemerintah dalam upaya menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (CO2) 29 persen di tahun 2030 sekaligus menjaga ketahanan energi, khususnya di sektor transportasi darat.

“Jadi, tren global untuk kendaraan masa depan adalah yang hemat energi dan ramah lingkungan,” ucapnya.

BACA JUGA: Lewati Hybrid, Indonesia Fokus ke Pengembangan Kendaraan Listrik Murni

Selain itu bisa mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Sesuai yang disampaikan Presiden Joko Widodo, kendaraan bermotor listrik dapat mengurangi pemakaian bahan bakar minyak (BBM), serta mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor BBM, yang berpotensi menghemat devisa kurang lebih Rp 798 triliun.

Airlangga menegaskan, pihaknya juga terus mendorong agar manufaktur-manufaktur otomotif di dalam negeri dapat merealisasikan pengembangan kendaraan rendah emisi atau low carbon emission vehicle (LCEV) yang terprogram dalam roadmap industri kendaraan otomotif. Di dalam peta jalan tersebut, terdapat tahapan dan target dalam upaya pengembangan kendaraan berbasis energi listrik di Indonesia.

Pengamat ekonomi makro dari Universitas Indonesia, Faisal Basri dalam satu kesempatan menyatakan, sejalan dengan arah menuju green economy dan mengurangi dampak lebih besar dari perubahan iklim dan pengurangan emisi gas buang, saat ini salah satu penyumbang gas buang terbesar adalah kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil.

Ketika ditanya siapa yang mengkonsumsi bahan bakar fosil paling besar, jawabnya adalah sepeda motor. Oleh karena itu kalau ingin mengembangkan kendaraan listrik, lebih feasible jika mengembangkan sepeda motor agar bisa lebih hemat bahan bakar fosil. Selain teknologinya lebih sederhana, infrastruktur pendukungnya juga lebih mudah dibangun.

Jadi tidak harus menggunakan tenaga listrik tegangan tinggi seperti pada mobil listrik. Kendaraan lainnya bisa juga yang bentuknya berupa public transport seperti bus, mengingat sekarang ini jumlah kendaraan bus sudah semakin banyak di Indonesia.

Terkait dengan optimalisasi daya listrik untuk kendaraan listrik, di mana kebutuhan listrik di tahun 2020 diperkirakan mencapai 279 MW dan 2023 mencapai 2.279 MW, maka tanpa perlu menambah investasi, pasokan listrik PLN ini sudah cukup memadai.

Data yang diperoleh dari riset PLN, BUMN ini siap mendukung penggunaan mobil listrik dengan menyiapkan pasokan listrik dan infrastruktur pengisian baterei (Electric Vehicle Charger Station - EVCS) baik di rumah, stasiun pengisian, maupun mendorong agar pengisian SPLU ditempatkan di lokasi strategis seperti mal, perkantoran, sampai di pusat bisnis.

“Jika menggunakan mobil listrik, maka dengan kapasitas listrik yang ada, PLN tidak perlu menambah pembangkit, karena proses charging mobil listrik dapat dilakukan di rumah, di saat beban rendah, antara pukul 22.00 sampai 04.00,” kata Executive Vice President Corporate Communication and CSR PT PLN (Persero) I Made Suprateka.

Unsur kemudahan mengisi baterei ini juga disinggung oleh Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi.

“Dalam hal penggunaan mobil atau motor listrik, perlu dipertimbangkan bagaimana cara men-charge baterei yang lebih mudah. Sebab nantinya perlu juga mengubah perencanaan bisnis usaha Pertamina, yang selama ini menjual BBM, agar sekaligus di setiap SPBU (Stasiun Bahan Bakar Umum) disediakan alat untuk pengisisan baterei dan segala kelengkapannya. Jadi nantinya Pertamina melakukan penjualan BBM dan juga alat untuk pengisian listrik umum,” tuturnya. (esy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... BBM Satu Harga Ringankan Beban Masyarakat di Wilayah 3T


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler