jpnn.com, JAKARTA - Program Kurikulum Merdeka yang gencar disosialisasikan pemerintah dinilai tidak berbanding lurus dengan kondisi guru. Guru sebagai garda terdepan Kurikulum Merdeka, masih merasa belum merdeka.
Sekjen forum Guru Lulus Passing Grade Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (GLPGPPPK) Deni Sukmawijaya mengatakan defisini kemerdekaan berkaitan erat dengan penjajahan.
BACA JUGA: Kurikulum Merdeka Perlu Banyak Guru Mapel, Semoga Jadi Peluang Honorer Lulus PG
Kedua kata tersebut memiliki makna yang berlawanan. Merdeka atau tidak terjajah. Kemerdekaan adalah bebas dari penjajahan.
Dia menyebutkan Guru Belajar dan Berbagi Seri Guru Merdeka Belajar adalah program yang bertujuan untuk membantu guru mendapatkan kunci pengembangan diri, yaitu kemerdekaan, kompetensi, kolaborasi dan karier.
BACA JUGA: Ternyata, Ini Alasan Kemendikbudristek Mempercepat Implementasi Kurikulum Merdeka
"Program itu tentunya merupakan upaya sangat baik dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam meningkatkan mutu pendidikan dan meningkatkan profesionalisme guru sebagai guru yang memiliki karakter dan merdeka," tuturnya kepada JPNN.com, Kamis (4/8).
Namun, lanjutnya, sosialisasi Kurikulum Merdeka masih menyisakan pekerjaan rumah bagi pemerintah, baik pusat maupun daerah terkait nasib para guru honorer yang masih belum bisa merasakan predikat guru merdeka. Merdeka di sini adalah kesejahteraannya.
BACA JUGA: Penerapan Kurikulum Merdeka Belajar Masih Rendah di Palembang, Ini Alasannya
Sementara itu, hakikat guru merdeka adalah yang mampu berinovasi, berkompetensi, berkolaborasi, dan berbasis pengetahuan teknologi.
Forum GLPGPPPK Kabupaten Bogor akan terus mengawal 3.039 guru yang dinyatakan lulus PG hasil seleksi 2021 untuk diangkat menjadi PPPK.
Dia menegaskan bukan hanya kurikulum yang merdeka, tetapi guru juga. Merdeka di sini guru wajib memiliki penghasilan yang layak dan status jelas.
"Selama ini gaji guru honorer di bawah standar, jauh di bawah UMR/UMK,' kata Deni Sukmawijaya yang akrab dipanggil Kang Baden. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad