jpnn.com, JAKARTA - Kurikulum merupakan faktor penting yang menentukan keselarasan lulusan vokasi dengan kebutuhan kompetensi Industri, Dunia Usaha, dan Dunia Kerja (IDUKA).
Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI) Ahmad Saufi mengatakan, selama ini kurikulum di Perguruan Tinggi Vokasi (PTV) telah dibangun dengan proses panjang.
BACA JUGA: 20 Kampus Vokasi dan 80 SMK Jadi Pionir Program D2 Jalur Cepat
Namun, di sisi lain, IDUKA mengalami kemajuan yang sangat pesat, dari mulai teknologi, infrastruktur, bisnis digital, hingga keterbukaan pasar.
Maka dari itu, Dit Mitras DUDI serta Ditjen Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menginisiasi program Asesmen Keselarasan Kurikulum Pendidikan Tinggi Vokasi dengan IDUKA.
BACA JUGA: Kurikukum Vokasi Menjawab Kebutuhan Dunia Usaha dan Industri
Program ini bertujuan untuk menganalisis kesenjangan kompetensi yang dimiliki mahasiswa atau lulusan vokasi dengan yang dibutuhkan IDUKA.
Pada tahun pertama, terdapat lima bidang prioritas yang menjadi sasaran asesmen. Meliputi permesinan, konstruksi, ekonomi kreatif, hospitality, dan care service. Program ini kemudian diampu 10 Perguruan Tinggi Vokasi (PTV) dengan melibatkan mitra industri dan alumni.
BACA JUGA: Perguruan Tinggi Vokasi Hasilkan SDM Sesuai Kebutuhan Industri, Dunia Usaha dan Kerja
Program Asesmen Keselarasan Kurikulum dilaksanakan dengan metode survei yang terarah dan terstruktur. Yakni membandingkan antara kompetensi lulusan Pendidikan Tinggi Vokasi dengan kompetensi yang dibutuhkan IDUKA.
Selain mengidentifikasi dan menganalisis gap, program ini juga menyasar penguatan kemitraan dengan IDUKA sehingga diharapkan produktivitasnya meningkat.
Menurut Saufi, hasil dari asesmen kurikulum berupa profil kesenjangan kompetensi, yang selanjutnya digunakan untuk melakukan tinjau ulang kurikulum dan sarana-prasarana.
“Langkah asesmen ini penting dilakukan agar efektivitas dan efisiensi pendidikan vokasi meningkat. Masing-masing program studi mendapatkan masukan untuk penyempurnaan kurikulum, sedangkan kami memiliki rujukan sebagai bahan penyusunan kebijakan untuk program-program penyelarasan berikutnya,” tutur Saufi, dalam webinar “Vokatalks Episode 2: Kurikulum Vokasi yang Menyejahterakan", baru-baru ini.
Dalam penyusunan kurikulum, lanjut Saufi, PTV wajib untuk melibatkan industri sehingga terwujud link and match.
Ia lantas mencontohkan pola pendidikan di Eropa yang mampu menjadikan vokasi sebagai primadona bagi masyarakat lantaran dapat menjamin lulusannya untuk siap kerja di industri.
Sementara di Indonesia pendidikan vokasi masih dianggap sebagai pendidikan kelas dua, belum lagi masih rendahnya kepercayaan masyarakat dan DUDI terhadap output lulusan vokasi. (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh