Kurs Ganggu Investasi Pupuk

Jumat, 27 September 2013 – 05:44 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat akhir-akhir ini membuat beban industri pupuk kian melonjak. Pasalnya, bahan bakar gas untuk proses produksi serta sejumlah proyek yang sedang dibangun masih menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat.

"Nilai tukar (kurs) bergerak sangat tinggi dimana kita harus beli gas dengan mata uang USD, tentunya harus dibayar menggunakan acuan kurs saat ini. Ini menambah beban operasional kami setelah beberapa bulan lalu ongkos distribusi meningkat signifikan akibat naiknya harga bahan bakar minyak (BBM)," ujar Direktur Utama PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri), Musthofa dikantornya, Kamis (26/7)

BACA JUGA: Kawal Kesepakatan BRI dengan Pensiunan

Beban perseroan makin bertambah karena saat ini pihaknya sedang membangun pabrik baru Pusri IIB senilai USD 561 juta. Pembangunan pabrik ini saat ini sudah mencapai 16,9 persen dari target 13 persen. Pihaknya juga sedang membuat turbin dan boiler (pemanas) batubara."Kita sudah teken kerjasama dengan PT Rekayasa Industri nilainya USD 176,9," tambahnya.

Penggunaan batubara ini diharapkan bisa memangkas pemakaian energi karena pasokan gas di Sumatera Selatan kian menipis. Musthofa mengaku saat ini Pusri hanya mendapat pasokan gas 90 persen dari nilai kontrak. Akibatnya, produksi menjadi tidak bisa berjalan secara maksimal. "Ini untuk melakukan mix (campuran) energi, penggunaan batubara akan mengurangi kebutuhan gas," lanjutnya.

BACA JUGA: PDIP: LCGC = Lu Cair, Gua Cair

Sementara itu, Pusri juga sedang membangun satu unit kapal barge berkapasitas 10 ribu ton yang dibuat di galangan kapal di Batam. Proyek senilai kurang lebih USD 13 juta ini sudah berjalan dengan progress mencapai 44 persen. Musthofa berharap kapal tersebut bisa menjadi solusi dari pendangkalan alur distribusi di sungai Musi."Mudah-mudahan April 2014 sudah jalan," ungkapnya.
 
Pihaknya berharap semua pihak yang berkepentingan seperti Pertamina, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota, perusahaan-perusahaan komoditi tambang dan kayu mau bekerjasama untuk melakukan pengerukan sungai Musi. Pasalnya, kedalamam sungai Musi saat ini sudah tidak memadai."Kalau (kedalaman) kapalnya 5,5 meter pasti  kandas, maksimal 4,2 meter," kata dia.

Dia mengatakan, meningkatnya beban operasional harus diantisipasi jika Pusri ingin selamat melewati kondisi ini. Apalagi harga komoditi pupuk saat ini sedang tidak baik. Dari asumsi semula USD 430 per ton, harga urea saat ini hanya berkisar USD 290-300 per ton."Ini akan sangat berat bagi perusahaan, kita harus mulai melakukan efisiensi dan cost reduction program," jelasnya. (wir)

BACA JUGA: IBC Sesalkan Pemerintah yang Rajin Impor Gandum

BACA ARTIKEL LAINNYA... Harapkan Indonesia Tak Terjerumus APEC


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler