Kurs Rupiah Mengalami Pelemahan Lumayan Dalam

Sabtu, 21 April 2018 – 07:12 WIB
Ilustrasi rupiah dan dolar. Foto: JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Kurs rupiah mengalami pelemahan signifikan. Jumat (20/4), kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) tembus angka Rp 13.804 per dolar AS (USD) atau melemah 0,19 persen dari hari sebelumnya.

Sementara kurs spot Bloomberg menunjukkan rupiah dihargai Rp 13.893 per USD atau melemah 0,78 persen secara harian. Rupiah bahkan sempat menyentuh level Rp 13.901 per USD.

BACA JUGA: Dana Asing Mulai Kembali ke Indonesia

Rupiah telah melemah 1,93 persen sejak awal Januari 2018. Pelemahan rupiah pun tak hanya kali ini saja. Pada akhir Februari hingga awal Meret lalu rupiah juga melemah dan sempat menyentuh kisaran Rp 13.800.

Bank Indonesia (BI) pun mengandalkan cadangan devisa Januari yang kebetulan mencapai angka tertingginya sebesar USD 131,98 miliar untuk melakukan normalisasi pasar. Kini, cadangan devisa menyusut jadi USD 126 miliar dengan angka pelemahan kurs yang lebih dalam.

BACA JUGA: Respons KPK soal Perintah Pengadilan untuk Jerat Boediono

Namun, BI tak khawatir akan melemahnya mata uang garuda. "Kami lihat kekuatan domestik masih cukup baik, inflasi juga masih rendah di bulan terakhir,” kata Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo kemarin (20/4).

Menurutnya, sentimen global seperti perang dagang AS dengan Tiongkok, konflik di Suriah, ekspektasi kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed) plus angka inflasi yang meningkat di AS menjadi pemicu melemahnya mata uang negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

BACA JUGA: Konsumsi Rumah Tangga Terus Menurun, BI Yakin Bisa 5 Persen

Dari dalam negeri, Indonesia baru saja menerima perbaikan sovereign credit rating dari lembaga pemeringkat Moody's. Yakni dari Baa3 dengan outlook positif menjadi Baa2 dengan outlook stabil.

Indonesia pun telah mampu mencatat nett inflow USD 800 juta hingga minggu kedua April ini. Semestinya, hal tersebut dapat berlanjut.

Dody juga mengatakan, keseimbangan neraca ekspor dapat membaik sehingga membantu menahan kejatuhan rupiah. Defisit transaksi berjalan lebih didorong peningkatan impor bahan baku dan barang modal, bukan barang konsumsi.

Hal itu menandakan ekonomi terus bertumbuh dan aktivitas dunia usaha tetap berjalan baik. Rencana pemerintah menahan kenaikan harga BBM pun diharapkan dapat mengendalikan inflasi dan meningkatkan daya beli masyarakat.

"Kami yakin tidak ada risiko inflasi menjadi sesuatu yang signifikan atau serius diwaspadai,” tambahnya. Intervensi BI di pasar valas akan tetap dilakukan jika perlu, sambil tetap melakukan upaya pendalaman pasar keuangan.

Dengan begitu, dana-dana dari dalam negeri mampu menahan pelemahan rupiah dan dalam jangka panjang mampu mengurangi dominasi uang panas dari negara-negara maju.

Ekonom Indef Bhima Yudistira mengungkapkan, pelemahan nilai tukar rupiah diprediksi akan terus berlanjut hingga akhir tahun 2018. Dia bahkan memproyeksi kurs rupiah bisa berada di atas level psikologis Rp 14.000 per USD.

Dia menyarankan agar pemerintah mendorong efektivitas proyek infrastruktur dan menjaga stabilitas harga BBM, listrik maupun pangan menjelang Ramadan Sehingga, konsumsi rumah tangga yang berperan 56 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) bisa pulih.

Selain itu, pengusaha terutama yang memiliki Utang Luar Negeri (ULN) didorong melakukan lindung nilai (hedging). "Fluktuasi kurs dapat membuat risiko gagal bayar utang valas meningkat. Kemudian, bagi perusahaan yang bersiap membagikan dividen perlu mempersiapkan pasokan dolar untuk memitigasi jika ke depannya kurs dolar semakin mahal," tuturnya.

Dia menilai secara keseluruhan faktor fundamental masih belum kuat sehingga rupiah mudah goyah ketika ada sentimen.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menuturkan pelemahan mata uang itu bukan hanya terjadi para rupiah. Tapi, ada banyak negara yang mengalami hal serupa.

”Dan kita dengan Korea itu seimbang aja minusnya. Jadi ini berarti bukan persoalan Indonesia,” kata Darmin usai rapat tentang Free Trade Area di kantor Wakil Presiden, siang kemarin (20/4).

Mengutip perhitungan Bloomberg, hingga petang kemarin, USD 1 senilai (South Korea Won) KRW 1.067. Sedangkan Rp 13.892 tiap USD.

Darmin menyebut salah satu pelemahan itu karena laporan ekonomi Amerika Serikat yang cenderung bagus. Sehingga, berdampak langsung pada penguatan USD. Dia pun tidak terlalu khawatir ada penarikan dana ke luar negeri.

”Dan ini gak usahlah terlalu dirisaukan. Nanti juga dia (USD) menyesuaikan diri lagi kalau data dia (Amerika Serikat) udah gak terlalu baik,” imbuh Darmin. (rin/jun/agf/owi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tok Tok Tok, DPR Setujui Calon Gubernur BI Pilihan Jokowi


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler