Kursi CPNS Sumber Uang Haram Kada

Rabu, 01 Desember 2010 – 04:27 WIB

JAKARTA -- Kepala daerah memanfaatkan momen seleksi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) sebagai sumber pemasukan rutin tahunanLaporan yang masuk ke Dewan Perwakilan Daerah (DPD), tarif satu kursi CPNS bervariasi dalam kisaran Rp80 juta hingga Rp175 juta

BACA JUGA: Soal DIY, SBY Dinilai Tak Punya Kearifan Konstitusi

Koordinator Penasehat Hukum DPD, I Wayan Sudirta mendesak KPK untuk turun tangan.

"KPK mesti turun tangan
Jangan andalkan yang lain

BACA JUGA: Bagikan Tamiflu, Cegah Penyebaran Flu Babi

Bisa juga yang turun Satgas Pemberantasan Mafia Hukum," ujar I Wayan Sudirta kepada JPNN kemarin (30/11) menanggapi masih maraknya kabar para peserta seleksi CPNS harus nyetor puluhan hingga ratusan juta rupiah agar bisa lolos seleksi.

Dikatakan Wayan, fenomena yang muncul di setiap ada seleksi CPNS ini tarafnya sudah sangat meresahkan publik
Para peserta harus pontang-panting mencari uang agar bisa lolos

BACA JUGA: Segera Terapkan Aturan Baru Disiplin PNS

Mereka, terutama yang di kampung-kampung, kata Wayan, sampai harus menjual ternak, tanah, dan sawah"Sementara, yang tidak mampu mengumpulkan uang, bisa depresi, stres, putus asa," cetus aktifis gerakan antikorupsi yang sudah senior itu.

Selain kursi CPNS, lanjutnya, pengisian atau mutasi jabatan di pemda juga menjadi sumber uang haram para kepala daerahTidak hanya untuk pengisian jabatan kepala dinas, setoran uang juga diminta hingga untuk pengisian jabatan eselon IV"Saya tidak mengatakan semua kepala daerah melakukan hal ini, tapi saya yakin sebagian besar melakukan," cetusnya.

Fenomena ini, kata pria asal Bali itu, erat kaitannya dengan modal yang harus dikeluarkan kepala daerah saat pilkadaPara calon berani mengeluarkan modal besar lantaran sudah membayangkan begitu mudahnya mengembalikan modal tersebutMisal minta setoran dari 300 peserta seleksi CPNS, yang masing-masing dimintai Rp100 juta saja, maka sudah balik Rp30 miliar"Jadi, misal untuk jadi bupati dia keluarkan Rp30 miliar, ya sudah lunasItu belum termasuk yang dari pengisian jabatan struktural," ujarnya.

Masih terkait dengan seleksi CPNS, Deputi SDM bidang Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) Ramli Naibaho kemarin mengatakan, para gubernur harus melakukan pengawasan ketat dalam proses seleksi CPNS di tingkat kabupaten/kota yang ada di wilayahnya masing-masngHal ini untuk mencegah terjadinya manipulasi atau kecurangan selama seleksi CPNSApalagi ada laporan di daerah banyak bergerilya para calo CPNS yang menawarkan jasa untuk meloloskan pelamarnya menjadi PNS.

"Sesuai surat edaran Menneg PAN&RB EE Mangindaan, gubernur diminta untuk mengkoordinasikan serta mengawasi pelaksanaan tes CPNS di kabupaten/kota," kata RamliDitambahkan, bila terjadi kecurangan, gubernur diminta melaporkan ke Polda bila kasusnya berkaitan dengan pidanaSedang bila kasusnya menyangkut aspek administrasi, diminta untuk dilaporkan ke Kementerian PAN&RB dan BKN.

Menanggapi hal tersebut, Wayan menilai, pernyataan Ramli lebih merupakan basa-basi, tidak serius, dan bahkan bisa dianggap sebagai hanya pencitraan sajaPasalnya, bila gubernur yang dimintai mengawasi, hal itu pasti yang bergerak adalah Inspektorat Pengawasan Daerah (Irwasda)Sementara, selama ini, Irwasda sebagai unit pengawasan internal, sama sekali tidak efektif"Polisi dan jaksa saja tidak mampu, apalagi inspektoratMana mau mereka menindak temannya sendiri," cetus Wayan.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPK Haryono Umar mewanti-wanti para pejabat di daerah agar jangan "menjual" kursi CPNSJika ada pejabat daerah berupaya meloloskan peserta seleksi CPNS dengan cara yang tidak fair, seperti menerima uang, maka bisa dijerat dengan tindak pidana penyuapan.

"Jika pejabat diminta meluluskan peserta dengan menerima uang, barang, atau dijanjikan sesuatu, maka itu masuk kategori suap, bukan lagi gratifikasi," ujar Haryono Umar kepada JPNN beberapa waktu lalu(sam/esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Waspada Air Zamzam Palsu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler