Kutip Pidato Bung Karno, Komarudin Watubun Minta Elite Amalkan Pancasila

Kamis, 01 Juni 2017 – 18:25 WIB
Anggota DPR RI Komarudin Watubun saat menjadi inspektur upacara Hari Lahir Pancasila di Jayapura, Jumat (1/6). Foto: Istimewa For JPNN

jpnn.com - Anggota DPR RI Komarudin Watubun kembali mengingatkan pentingnya Pancasila untuk menjaga keutuhan Indonesia.

Politikus PDI Perjuangan itu menyampaikannya saat menjadi inspektur upacara Hari Lahir Pancasila di Jayapura, Jumat (1/6).

BACA JUGA: Megawati Tawarkan Pancasila sebagai Ideologi Asia

Upacara tersebut juga dihadiri berbagai elemen, termasuk Bupati Puncak Williem Wandik.

Komarudin sempat mengutip pernyataan Presiden pertama Indonesia Soekarno tentang Pancasila.

BACA JUGA: Pancasila Harus Jadi Ideologi Penggerak Kemajuan

Dalam sebuah pidato, Soekarno sempat mengatakan bahwa Pancasila yang digali dan dipersembahkannya untuk rakyat Indonesia merupakan dasar yang dinamis.

Pancasila juga satu dasar yang benar-benar dapat menghimpun segenap tenaga rakyat Indonesia.

BACA JUGA: Jenderal Gatot Inginkan Indoktrinasi Pancasila

Selain itu, Pancasila merupakan satu dasar yang benar-benar dapat mempersatukan rakyat Indonesia.

Bukan saja mencetuskan revolusi, tetapi juga menegakkan revolusi ini dengan hasil yang baik.

Menurut Komarudin, kalimat Pancasila adalah benar-benar satu dasar yang dinamis menjadi sebuah kekuatan dahsyat.

Kalimat itu membuktikan bahwa dasar negara yang diciptakan oleh pendiri bangsa terbukti tidak lekang oleh waktu.

“Ketika paham liberal yang ‘mengabaikan keadilan’ dan paham komunisme yang ‘mengabaikan ketuhanan’ ditentang, Pancasila  telah dirancang oleh pendiri bangsa ini mengadopsi nilai ketuhanan, kemanusian, keadilan, kemasyaraktan dan persatuan,” ujar pria yang karib disapa Bung Komar itu.

Menurut pria yang pernah salah satu pimpinan DPR Papua selama  sepuluh tahun itu, kalimat Ketuhanan Yang Maha Esa dalam sila pertama Pancasila menjadi jawaban atas perbedaan keyakinan yang dianut oleh penduduk Indonesia.

Sementara itu, kemanusiaan yang adil dan beradab adalah hasil penghayatan para pendiri bangsa bahwa setelah bertuhan masyarakat juga harus beradab.

Sedangkan persatuan Indonesia menujukkan bahwa negara ini yang terdiri dari ribuan pulau dan etnis memerlukan persatuan. Tanpa persatuan tidak mungkin negara ini bisa membangun.

Menurut Bung Komar, karena adanya keberagaman dan perbedaan itu, para pendiri bangsa merumuskan bahwa sistem harus berasaskan musyawarah dan mufakat. 

“Untuk itu, kelompok mayoritas dan minoritas  harus bisa menempatkan dirinya secara proporsional. Dengan demikian akan tercapai sebuah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” imbuhnya.

Bung Komar melihat Pancasila harus menjadi satu kesatuan, keterkaitan antara sila satu dengan sila yang lain sangat erat.

Sayangnya, lanjut Bung Komar, Pancasila tidak  dipahami, tidak dijiwai dan tidak diamalkan dalam kehidupan sehari-hari oleh banyak pihak.

Khususnya sebagian elite politik dan birokrat baik pusat maupun di daerah. “Bahkan secara de facto menodai dan mengkhianati Pancasila,” tegas ketua bidang kehormatan DPP PDIP itu.

Dia menambahkan, sebagian elite yang notabene menjadi pimpinan di sejumlah institusi negara dan daerah justru memberikan contoh pengkhianatan terhadap Pancasila.

Yakni, dengan tidak malu melakukan korupsi, penindasan, dan penodaan terhadap demokrasi yang kemudian menjadi contoh bagi masyarakat.

“Ketika sebagian elite politik dan birokrat di negeri ini dengan berbagai bentuknya mempertontonkan pengkhianatan kepada Pancasila, sebagian pihak dengan mudah menyalahkan demokrasi Pancasila karena dianggap bukan sistem yang ideal,” ujar Bung Komar.

“Kondisi inilah yang secara terus menerus, mengkristal sehingga muncul dorongan untuk mengganti dan mengubah Pancasila, atau bahkan ingin melakukan upaya berpisah dari NKRI melalui aksi separatisme. Pancasila dianggap tidak dapat mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur,” tambahnya.

Berkaitan dengan pelaksanaan Hari Lahir Pancasila 1 Juni yang ditandai dengan kewajiban upacara, Bung Komar meminta hal itu bukan hanya menjadi seremoni. Begitu pun dengan lahirnya Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) maupun sejumlah aksi lainnya sejak zaman Orde baru.

“Rakyat tidak perlu diberikan ceramah tentang nilai Pancasila. Rakyat butuh keteladanan dari para elite tentang nilai ketuhanan, kemanusian, persatuan, demokrasi, dan keadilan. Rakyat secara mengakar budaya telah mengamalkan nilai Pancasila dalam kehidupan sehari hari,” tegas kepala Satgas Cakra Buana PDIP itu.

Bung Komar lantas memberikan contoh sederhana yang terjadi di Papua dengan budaya bakar batu. Di sana, semua berkumpul, memberi bahan makanan, dimasak bersama, dihidangkan, dan makan bersama.

Dari aksi ini ada nilai kegotongroyongan, persamaan, keadilan, kemanusiaan, dan lain-lain.

Contoh lainnya adalah proses pembuatan Papeda, atau budaya Korano di Biak. Di berbagai daerah lain juga ada banyak contoh baik dari leluhur dalam aksi nyata yang sebenarnya terkandung dalam nilai Pancasila.

Namun, kata Bung Komar, seiring dengan berjalannya waktu, para elite berhasil mengubah budaya baik itu dengan tanpa malu mempertontonkan hal-hal buruk.

Misalnya, kekejian, kesombongan, kebohongan, kesemena-menaan, kekerasan, kecurangan, pencurian, aib, ketidakadilan, dan lainnya yang kemudian ditiru oleh masyarakat. 

“Sebenarnya inilah bentuk revolusi yang harus dilakukan,” pungkas pria 49 tahun itu. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendagri: Masyarakat Harus Berani Tentukan Sikap Siapa Kawan dan Lawan


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler