jpnn.com - JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) menganggap wajar apabila gaji seorang hakim konstitusi di Mahkamah Konstitusi (MK) yang saat ini Rp 150 juta per bulan, naik hingga mencapai Rp 200 juta per bulan. Hal tersebut dikarenakan tugas hakim MK yang memutus sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada), disamakan dengan melahirkan Undang-Undang (UU) yang dilakukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Komisioner KY Bidang Rekrutmen Hakim Taufiqqurahman Sahuri mengatakan bahwa setiap hakim MK selalu memperoleh tunjangan sebesar Rp 5 juta dalam setiap sidang yang diikuti. "Kalau anggota DPR mendapat tunjangan Rp 5 juta untuk setiap UU yang berhasil dihasilkan. Sama dengan hakim MK. Sementara jumlah persidangan di MK setiap hari bisa sampai 10 sidang. Jadi wajar kalau sampai Rp 200 juta," kata Taufiq kepada Jawa Pos kemarin (19/10).
BACA JUGA: Istana Minta Penyebar Kabar Penculikan Subur Dihukum
Taufiq menjelaskan bahwa tunjangan sebesar Rp 5 juta per sidang tersebut legal. "Gaji pokok dan tunjangan hakim MK itu Rp 30 juta. Namun dapat honor lagi dari tiap sidang. Tunjangan dari tiap sidang tersebut sah dan legal. Kalau ilegal tidak mungkin dikeluarkan oleh Menteri Perekonomian," terang Taufiq.
Namun Taufiq juga menekankan bahwa dengan gaji yang saat ini dinikmati oleh hakim MK sejogjanya harus diikuti oleh kinerja dan perilaku yang pantas. "Kalau dengan gaji yang sekarang hakim MK masih ada yang korupsi berarti orang itu benar-benar jahat!" tandasnya.
BACA JUGA: Senam Lebih Satu Jam Nonstop
Sementara itu, Taufiq mengatakan bahwa pendapatan yang saat ini diterima oleh hakim MK sangat jauh berbeda dengan apa yang diterima oleh hakim Mahkamah Agung (MA). Dia menuturkan bahwa pendapatan seorang hakim MA saat ini hanya Rp 29 juta.
"Berbeda dengan MK yang dapat Rp 5 juta tiap sidang, hakim MA hanya dapat intensif sebesar Rp 23 ribu tiap sidang," paparnya.
BACA JUGA: Perppu Sudah Final, Tak Bisa Batal
Oleh sebab itu, dirinya menyatakan akan memperjuangkan kenaikan gaji para hakim MA ke pemerintah agar mencapai pendapatan maksimal yaitu Rp 200 juta. "KY saat ini harus berjuang agar pendapatan hakim MA naik. Diharapkan dengan kenaikan itu, hakim MA bisa tenang tidak memikirkan urusan dapur,‚" kata Taufiq.
Selain itu, ketimpangan gaji hakim MA juga terlihat dari perbedaan mencolok dari pendapatan yang diterima oleh hakim di bawah MA, seperti hakim pengadilan negeri (PN) dan hakim pengadilan tinggi (PT). "Ada polemik bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012, pendapatan kepala hakim PT Rp 48 juta sedangkan kepala hakim PN Rp 36 juta. Masa hakim di bawah MA lebih besar dari atasannya?" ucapnya.
Dengan kondisi demikian Taufiq mengusulkan agar MA dibedakan dengan lembaga negara lain. "Pejabat MA ini disamakan dengan pejabat DPR, menteri, dan presiden. Saya usulkan agar MA dibedakan seperti Bank Indonesia (BI) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)," imbuhnya. (dod)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Media Dilarang Ikut Menayangkan Anak Tersangka Koruptor
Redaktur : Tim Redaksi