jpnn.com, JAKARTA - Sebuah putusan perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Pengadilan Niaga Surabaya dikritisi sejumlah kalangan.
Putusan yang mengakomodir permohonan banding terhadap putusan hakim pengawas, dalam perkara PT Alam Galaxy dinilai tak lazim, mengingat dalam PKPU tidak dikenal istilah upaya hukum tersebut.
BACA JUGA: GRP Siap Jadi Produsen Baja Kelas Dunia, tak Terpengaruh PKPU Sementara
Komisi Yudisial (KY) pun membuka diri terhadap pengusutan kejanggalan ini.
Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Miko Susanto Ginting mengatakan pihaknya siap menindaklanjuti apabila ada pengaduan dari masyarakat.
BACA JUGA: Persidangan PKPU, Pertamina Foundation Buktikan Tidak Memiliki Utang GMP
“Akan lebih baik jika dengan laporan yang disertai bukti-bukti yang cukup. Kalau KY, sepanjang ada dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, maka dapat menindaklanjuti untuk melakukan pengawasan,” kata Miko saat dikonfirmasi di Jakarta pada Minggu (2/1).
Sementara itu, Pakar Hukum Universitas Krisnadwipayana Gunawan Widjaja menganggap aneh apabila ada pihak yang mengajukan upaya hukum banding terhadap putusan hakim pengawas di tingkat pertama.
BACA JUGA: Terkait Gugatan PKPU, PT GRP Merespons Begini
Selain itu, ia menegaskan tidak bisa hakim menangani perkara tingkat pertama dengan tingkat upaya hukum.
“Dalam kepailitan atau PKPU tidak dikenal istilah banding, karena sistem pembuktian yang simmer. Yang mungkin adalah kasasi, namun putusan PKPU yang mengabulkan tidak terbuka upaya hukum sama sekali,” kata Gunawan Widjaja.
Oleh karenanya, kata dia, dugaan penyimpangan prosedural harusnya dicermati Mahkamah Agung (MA). Harusnya ada koreksi terhadap putusan itu.
“Dalam pandangan saya, MA yang berwenang sesuai UU MA,” ujarnya.
Dosen Hukum Bisnis Fakultas Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mustolih Siradj mengungkapkan hal senada.
Dia menganggap aneh apabila ada yang mengajukan upaya hukum banding itu.
Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan, bahwa PKPU tidak dikenal upaya banding.
“Aneh. Kalau Pengadilan Niaga atau pailit atau PKPU, itu tidak ada istilah banding. Karena, ini namanya perdata khusus dimana acaranya cepat. Beda dengan perdata biasa atau umum, itu ada banding, kasasi dan PK,” jelas dia pada kesempatan terpisah.
Mustolih mengatakan hakim dalam menangani suatu perkara PKPU tingkat pertama jelas berbeda dengan hakim yang menangani pada tingkat upaya hukum, dalam hal ini kasasi.
Sebab, kasasi itu ditangani oleh hakim Mahkamah Agung.
Sebelumnya, Erintuah Damanik SH MH selaku Ketua Majelis Hakim Perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Alam Galaxy telah memutus permohonan banding yang diajukan Atika Ashiblie selaku Pemohon PKPU terhadap Penetapan Hakim Pengawas PT Alam Galaxy (Dalam PKPU) terkait Daftar Piutang Tetap.
Putusan ini dibacakan di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya pada Kamis (23/12).
Roy Revanus Anadarko Direktur Alam Galaxy terhadap putusan ini mengatakan putusan tersebut adalah putusan banding yang "ajaib."
Ia menerangkan PT Alam Galaxy telah diputus dalam status PKPU dalam Perkara No 54/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga Sby pada tanggal 29 Juni 2021 silam.
Menurut Roy, dalam proses PKPU, Atika Ashiblie mengajukan tagihan bukan saja modal yang disetor tetapi berikut bunga dan hasil hasil yang tidak pernah diperjanjikan sebelumnya.
Jumlahnya jauh melebihi tagihan dalam putusan PKPU tersebut.
Perkara ini bermula saat Atika Ashiblie selaku Ahli Waris Almarhum Wardah Kuddah (pemegang saham) meminta pengembalian uang yang telah disetorkan sebagai penambahan modal yang disetor secara bertahap, sesuai kesepakatan yang telah ditandatangani oleh seluruh pemegang saham, termasuk PT. Alam Galaxy yang diwakili direktur utamanya dalam RUPS tahun 2016.
Majelis Hakim yang diketuai Erintuah Damanik, S.H., M.H. mengabulkan dan menyatakan semua setoran penambahan modal Atika Ashiblie dan Hadi Sutiono sebagai hutang.
Pada tanggal 2 Agustus 2021 Tim Pengurus PT Alam Galaxy (Dalam PKPU) menerbitkan Daftar Piutang Tetap (DPT) yang dinilai menguntungkan Kreditur Atika Ashiblie.
Dalam penentuan DPT disebutkan jumlah utang untuk Atika Ashiblie yang sesuai putusan hakim sebesar Rp 39.000.000.000,- ditambah menjadi Rp 77.814.124.932,-, demikian juga dengan Hadi Sutiono yang dalam putusan Majelis Hakim sebesar Rp 59.113.000.000,- ditentukan dalam DPT menjadi sebesar Rp 89.674.927.164,-
Penetapan Hakim Pengawas PT Alam Galaxy dalam perkara PKPU tersebut diajukan banding oleh Atika Ashiblie ke Majelis Hakim yang diketuai oleh Erintuah Damanik S.H., M.H. yang juga sebagai Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara PKPU, dan dikabulkan dalam Putusan Banding Nomor: 54/Pdt.Sus-PKPU-Renvoi Prosedur/2021/PN.Niaga.Sby tanggal 23 Desember 2021.
Sebaliknya, pengaju gugatan, Atika Ashiblie dan Hadi Sutiono, belum bersuara dan merespon pertanyaan wartawan terhadap perkara tersebut.
Kreditur lain di dalam Perkara PKPU Alam Galaxy tersebut, yaitu PT Mitra Bangun Lintas Nusantara dan PT Karya Pondasi Nusantara yang diwakili oleh kuasa hukumnya, Bosni Tambunan juga sangat menyayangkan keputusan dari Pengadilan Niaga yang menerima dan memeriksa pengajuan banding yang diajukan oleh Atika Ashible.
"Berdasarkan UU No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU tidak dikenal akan adanya banding di dalam proses PKPU. Yang ada justru adalah proses renvoi di dalam Kepailitan," tegas Bosni.
Sementara, Patra M Zen, kuasa hukum PT Alam Galaxy (Dalam PKPU) menyatakan keheranannya.
Dia mengaku baru pertamakali mendapati ada putusan banding terhadap putusan hakim pengawas dalam proses PKPU.
Patra menyatakan pihaknya akan melakukan 2 upaya terhadap putusan banding yang melanggar hukum tersebut, yakni mengajukan kasasi dan memohon perlindungan hukum kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Redaktur & Reporter : Adil