La Nyalla Minta Daerah Likuidasi BUMD tidak Produktif Demi Peningkatan Kemandirian Fiskal

Sabtu, 14 November 2020 – 23:52 WIB
La Nyalla Mattalitti. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, BANTEN - Ketua DPD AA La Nyalla Mattalitti  mengatakan kemandirian fiskal daerah masih menjadi persoalan utama di Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan Indikator Kemandirian Fiskal Daerah (IKFD) yang menunjukkan mayoritas pemerintah daerah belum mandiri.

LaNyalla menjelaskan berdasar data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2019, hanya satu dari 542 pemerintah daerah di Indonesia, yakni Kabupaten Badung, Bali, yang memiliki indikator sangat mandiri.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Jusuf Kalla di Balik Kepulangan Rizieq? 8 Oknum TNI jadi Tersangka, Siapa di Balik Nikita Mirzani

Level indikator mandiri ditempati DKI Jakarta, dan Kota Bandung, Jawa Barat. Daerah yang lain masih pada level indikator belum mandiri dan menuju kemandirian.

“Dalam beberapa kesempatan ke daerah saya sering menyampaikan bahwa belanja APBD seharusnya difokuskan kepada pengembangan atau pembangunan sektor yang dapat menjadi pengungkit ekonomi daerah sehingga memiliki dampak atau effect keekonomian di daerah,” ungkap LaNyalla dalam kunjungan kerjanya ke Provinsi Banten, Sabtu (14/11).

BACA JUGA: La Nyalla Pengin KAHMI Terus Mengawal Perjalanan Demokrasi di Indonesia

LaNyalla hadir di serang Banten untuk membuka Focus Group Discussion (FGD) yang digelar DPD RI dan Pemerintah Provinsi Banten.

FGD yang dihelat di Pendopo Gubernur Banten itu mengambil tema ‘Evaluasi Kebijakan DPD RI dalam Transfer Daerah di Provinsi Banten.’

BACA JUGA: La Nyalla Ingatkan Komite Pemulihan Ekonomi Belajar dari Dana Otsus Aceh

Mantan ketua Kadin Jawa Timur itu menjelaskan salah satu caranya adalah
memperkuat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Sebaliknya, kata dia, pemda juga harus berani mengambil keputusan untuk melikuidasi BUMD yang tidak produktif dan yang hanya menjadi cost center.

“Begitu pula dengan pemanfaatan dana desa. Selain untuk infrastruktur, juga bisa digunakan untuk memperkuat BUMDes sehingga perekonomian di desa juga bisa tumbuh, dan desa bisa menjadi kekuatan ekonomi,” ungkap LaNyalla lewat siaran persnya.

LaNyalla mengatakan fenomena flypaper effect masih terjadi di Provinsi Banten. Dana transfer ke daerah masih merupakan sumber penerimaan kabupaten/kota di Provinsi Banten. Belum bisa diimbangi oleh peningkatan pendapatan asli daerah, sehingga menyebabkan kemandirian fiskal  rendah.

Meskipun indikator perekonomian Banten pada Triwulan I-2020 tumbuh 3,09 persen,  lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional 2,97 persen, tetapi  mengalami penurunan dibandingkan pertumbuhan Triwulan IV-2019 yang mencapai 5,90 persen.

Menurunnya pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten dari sisi permintaan terutama didorong oleh turunnya konsumsi dan kinerja net ekspor sebagai dampak pandemi Covid-19.

Ditambah dengan dana transfer ke daerah dan dana desa Provinsi Banten Tahun Anggaran 2020 mengalami penurunan Rp 23 miliar.

Sebelumnya, pada 2019 TKDD Provinsi Banten mencapai Rp 17,06 triliun. Pada Tahun Anggaran 2020 hanya mendapat Rp 16,83 triliun, yang terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana insentif daerah dan dana desa.

Hadir dalam FGD tersebut Wakil Gubernur Andhika Hazrumy dan sejumlah senator asal Banten di antaranya Andiara Aprilia Hikmat, Habib Ali Alwi dan TB. M. Ali Ridho Azhari. Tampak pula senator lainnya di antaranya Badikenita BR. Sitepu (Sumut), Erni Sumarni (Jabar), Ahmad Bastian dan Bustami Zainudin (Lampung) serta Jialyka Maharani (Sumsel), Fernando Sinaga (Kaltara), Sukiryanto (Kalbar) dan Matheus Stefi (Malut). (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler