jpnn.com, JAKARTA - Produk-produk yang mendapatkan label SNI (Standar Nasional Indonesia) mampu meningkatkan angka penjualan dari perusahaan maupun industri. Hal ini tidak lepas dari unsur kepercayaan (trust) konsumen pada produk yang sudah memenuhi standar.
Seperti yang dirasakan Petrokimia Gresik (PG). Perusahaan pelat merah yang memproduksi bahan kimia ini mampu meningkatkan penjualan produknya di pasaran. Salah satunya adalah Gipsum yang bersertifikat SNI sukarela ini laris manis di tengah membanjirnya produk serupa.
BACA JUGA: Petrokimia Gresik Rilis Buku Solusi Untuk Agroindustri
"Kalau SNI sukarela yang paling mencolok peningkatan pemasarannya setelah adanya SNI adalah Gipsum Buatan. Kami dalam satu tahun mampu menghasilkan 1 juta ton Gipsum Buatan untuk industri semen, bata ringan dan pertanian. Dan dengan adanya SNI Gipsum buatan maka penjualan Gipsum kami meningkat 20% dari sebelumnya," Kata Bambang Ariwibowo dari Dep. Proses dan Pengelolaan Energi PG kepada JPNN, Senin (17/9).
Saat ini produk Gipsum Buatan Petrokimia Gresik, selain menguasai penjualan di Jawa, juga hingga ke luar jawa. Dan, konsumen terbesarnya adalah pabrik semen besar nasional seperti Semen Indonesia Grup. Selain dibeli pabrik semen, Gipsum Pertanian ber-SNI juga diserap untuk industri sawit.
BACA JUGA: 2020, Laboratorium SNSU Mulai Beroperasi
Penerapan SNI baik yang wajib maupun sukarela justru dibutuhkan perusahaan. Dengan penerapan SNI maka daya tawar produk kepada konsumen menjadi meningkat. Untuk yang wajib ada regulasinya. Sedangkan sukarela menjadi kebutuhan perusahaan sebagai industri, untuk mendapatkan kepercayaan konsumen.
"Contoh produk lain di tempat kami asam sulfat, sebelumnya tidak ada SNI, kemudian kami sebagai produsen mengusulkan agar ada SNI. Jadi kami juga berperan sebagai konseptor agar produk di pasaran domestik sesuai standar nasional," tambah Mahindra Drajat dari Dep. Proses dan Pengelolaan Energi PG.
BACA JUGA: Keluhan Importir Pelumas Soal Wajib SNI, Ini Kata Pemerintah
Hal ini, lanjutnya, juga untuk melindungi industri dari produk luar negeri yang masuk. Apalagi produk asam sulfat dari luar negeri banyak. Namun, asam sulfat (dari luar negeri) merupakan produk samping dari industri luar negeri dan kualitasnya kurang bagus. Karena asam sulfat itu buangan industri smelter.
"Kami tidak ingin Indonesia hanya menjadi konsumen produk buangan. Kami ingin melindungi produk indonesia makanya kami buat konsep SNI untuk asam sulfat. Jadi selain Indonesia bisa membuat produk sendiri tapi bisa memakai asam sulfat berkualitas dan tentunya akan mengurangi ketergantungan kita terhadap impor," sambungnya.
Petrokimia Gresik sendiri hingga saat ini telah mengantongi 11 SNI wajib dan 5 SNI sukarela yang memperoleh Serifikasi Penggunaan Produk Tanda SNI (SPPT SNI). Dan dalam pengembangan standar di Indonesia PG juga aktif sebagi konseptor pada beberapa produk, hal inilah yang membuat BUMN ini diberi predikat platinum award SNI dari Badan Standarisasi Nasional (BSN) dalam kegiatan Indonesia Quality Expo (IQE) ke-5, karena dari sisi jumlah SNI wajib dan sukarela melebihi dari industri pupuk sejenis.
Tahun ini IQE ke-6 dilaksanakan di Surabaya. Pameran IQE yang digelar 25-28 Oktober mendatang akan diikuti lebih dari 50 instansi yang akan mengisi 170 booth menampilkan produk unggulan ber-SNI dan standar internasional. Juga informasi mengenai penilaian kesesuaian (lembaga sertifikasi, laboratorium, dan inspeksi).
"Kami akan meramaikan pameran IQE ini. Apalagi perusahaan kami menjadi salah satu role model penerap SNI," ungkap Bambang.
Beberapa konsep SNI yang dimotori Petrokimia Gresik antara lain, Pupuk NPK, Gipsum, Kapur Pertanian dan Pupuk organik. Sementara untuk rujukan konseptor SNI bukan hanya dari luar negeri tetapi juga dari semua elemen, seperti instansi terkait, asosiasi perusahaan, konsumen, semuanya terwakili.
"Jadi nanti yang paling optimal seperti apa, tentunya disesuaikan dengan kondisi di Indonesia," terangnya.
Kontribusi pabrik pupuk yang berkantor pusat di Jawa Timur terhadap SNI juga terlihat pada upayanya mendorong UKM (usaha kecil menengah) binaannya untuk mendapatkan sertifikat tersebut.
Selain UKM Batik yang kini telah memperoleh SNI, UKM makanan ringan (snack) dan Songkok, juga didorong agar mendapatkan sertifikat SNI untuk meningkatkan penjualannya.
"Nantinya akan ada kerja sama dengan BSN yang didukung oleh pemerintah daerah untuk mengembangkan UKM binaan dalam bentuk penyuluhan dan mentoring dalam penerapan standar sehingga diharapkan mampu mendorong pertumbuhan perekonomian khususnya di Jawa Timur," pungkas Mahindra. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BSN: SPBU dan Hanggar Perlu Standardisasi Peralatan
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad