jpnn.com, JAKARTA - Ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU 17 Tahun 2017 tentang Pemilu, kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para pemohon judicial review berharap MK mengembalikan keadaulatan rakyat dengan mengabulkan permohonan mereka.
"Kami yakin MK akan mengabulkan gugatan, karena argumentasi yang kami bangun tentu berbeda dengan sebelumnya," kata Dahnil Anzar Simanjuntak selaku salah seorang pemohon, menjawab JPNN, Minggu (17/6).
BACA JUGA: Pendukung Jokowi Tak Terusik Rencana Munas Ulama Non-MUI
Selain Dahnil, ada akademisi Rocky Gerung, mantan komisioner KPU Hadar N Gumay, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, mantan pimpinan KPK Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto, serta 7 tokoh lainnya yang bersama-sama menjadi pemohon JC tersebut.
"Kami ingin memastikan publik mendapatkan haknya untuk memperoleh banyak alternatif pilihan capres, bak penikmat hidangan di restoran, publik harus punya banyak alternatif yang lebih mereka sukai, dan tidak boleh semau koki (parpol-red), karena ini terkait kualitas demokrasi kita di masa yang akan datang," tutur Dahnil.
BACA JUGA: Bersediakah Habib Rizieq jadi Capres? Oh, Ternyata
Ketua umum PP Pemuda Muhammadiyah itu menilai bahwa syarat capres 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara pemilu, sama saja menganulir substansi pemilihan langsung oleh rakyat. Pasal 222 UU Pemilu itu ditegaskan Dahnil merenggut daulat rakyat yang menjadi amanat UUD 1945.
"Oleh sebab itu sebenarnya pengujian ke MK yang kami lakukan ini adalah upaya mengembalikan kembali daulat rakyat sepenuhnya dan melawan oligarki partai politik yang seringkali abai dengan suara rakyat," pungkasnya. (fat/jpnn)
BACA JUGA: Idrus Sebut Poros Beijing Makin Mesra dengan Tiongkok
BACA ARTIKEL LAINNYA... Juli, Munas Ulama Non-MUI Tentukan Penantang Jokowi
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam