jpnn.com, KUPANG - Kematian Seperianus Nautani, 27, secara tragis di sel tahanan Mapolres TTS pada Jumat (26/5) menambah daftar tahanan yang tewas tidak wajar di tangan polisi, khususnya di lingkup Polda NTT.
Kasus serupa juga pernah menimpa Paulus Usnaat 2 Juni 2008 di Polsek Nunpene, Polres TTU. Kemudian kasus kedua adalah tewasnya Marianus Oki pada 4 Desember 2015 juga di Polsek Nunpene, Polres TTU. Dan kini Seperianus Nautani menjadi korban ketiga.
BACA JUGA: Korban Tewas di Sel Tahanan Polres
Menariknya, ketiga korban tersebut ditahan dalam dugaan kasus yang nyaris sama, yakni kasus dugaan asusila. Ironisnya lagi, polisi tidak pernah mengakui adanya keterlibatan oknum anggotanya. Padahal korban-korban tersebut meningal secara tidak wajar di dalam sel tahanan yang secara aturan merupakan tempat aman bagi para terduga selama menjalani proses hukum.
Terkait kematian Seperianus, Kabid Humas Polda NTT Jules A. Abast yang dikonfirmasi Timor Express (Jawa Pos Group0, Sabtu (27/5), menegaskan, kematian suami Metriana Fallo itu diduga dianiaya oleh tiga orang tahanan yang bersama-sama korban di dalam sel.
BACA JUGA: PascaLedakan Kampung Melayu, Kini Polisi Bekasi Dipersenjatai
“Setelah dilakukan penyelidikan oleh penyidik Polres TTS diperoleh informasi bahwa korban meninggal pada saat di dalam sel tahanan Polres TTS. Korban dianiaya oleh tiga orang tahanan berinisial JNB, FKT dan BCF. Saat ini, sambung Jules, para pelaku dan saksi-saksi yang melihat kejadian penganiayaan oleh ketiga pelaku sementara dilakukan pemeriksaan oleh penyidik Sat Reskrim Polres TTS dan ketiga pelaku masih dalam proses hukum sesuai aturan yang berlaku," tegas perwira dengan dua melati di pundak ini.
Ditanya terkait dugaan keterlibatan oknum anggota Polres TTS dalam kasus tersebut, Jules menjelaskan, sesuai hasil pemeriksaan yang sudah dilakukan, baik dari para saksi serta ketiga tahanan yang bersama-sama korban di dalam sel diketahui, tidak ada keterlibatan oknum anggota dalam kasus tewasnya korban.
BACA JUGA: Gergaji Teralis, 17 Tahanan-Napi Kabur dari Rutan Palembang
"Sesuai hasil pemeriksaan, diperoleh keterangan bahwa untuk kasus tewasnya korban tidak ada anggota yang ikut melakukan pemukulan. Yang menganiaya korban hingga tewas hanya ketiga orang tahanan yang bersama-sama korban," tegas Jules.
Sementara mengenai proses yang akan dilakukan terhadap polisi yang piket saat korban ditemukan tewas, dia menegaskan, secara internal kepolisian, anggota yang piket saat korban diketahui meninggal tetap dilakukan proses sesuai tanggung jawabnya.
"Bagi anggota yang piket jaga saat kejadian tewasnya korban tetap kita lakukan. Tapi untuk detailnya kita masih harus koordinasi lagi dengan pihak Polres TTS," urai Jules.
Lebih jauh Jules menguraikan kronologis kasus tersebut, yakni pada Jumat (26/5) sekira pukul 12.30 Wita, Kanit Reskrim Polsek Kuanfatu, Polres TTS melakukan pemeriksaan terhadap korban yang tersandung kasus dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur. Saat diperiksa penyidik, korban didampingi penasihat hukum Stefanus Pobas.
Sebelum diperiksa, kata Jules, korban datang bersama isterinya Metriana Fallo dan pemeriksaan korban baru selesai pukul 14.00 Wita.
"Jadi, korban ditahan sesuai surat perintah penahanan Nomor: SP-Han/10/V/2017/Sek Kuanfatu, tanggal 26 Mei 2017. Surat pemberitahuan penahanan terhadap korban yang sudah bertatus tersangka juga sudah diserahkan ke isteri korban," ungkap Jules.
Sekira pukul 14.45 Wita setelah proses pemeriksaan, ujarnya lagi, korban pun dimasukkan ke dalam sel tahanan Polres TTS. Sekira pukul 15.05 Wita, terdengar keributan di dalam ruang sel tahanan Polres TTS, yakni di bilik 3 paling pojok. Karena mendengar keributan, lanjut dia, anggota yang sementara piket lalu mengecek.
Saat itu, korban ditemukan sudah terbaring dengan posisi telentang di atas tikar dan tidak sadarkan diri, kejang dan dari mulutnya keluar busa. Saat itu, korban menggenakan celana pendek dan tidak memakai baju, dan terlihat oleh anggota yang sementara piket, tiga tahanan yang bersama korban sementara menggosokkan minyak ke badan korban.
Namun korban tak sadarkan diri sehingga piket Reskrim kemudian menghubungi KSPKT dan piket SPKT lalu korban dibawa ke IGD RSUD SoE. Namun, upaya pertolongan bagi korban tak membuahkan hasil karena korban sudah meninggal dunia.
Sayangnya, penjelasan Kabid Humas Polda ini mengindikasikan adanya upaya mencuci tangan pihak kepolisian. Pasalnya penjelasan Kabid Humas tersebut belum menjawab apa yang menjadi pertanyaan keluarga. Sebelum ditahan di tahanan Mapolres TTS, korban terlebih dahulu diduga dianiaya saat pemeriksaan pertama di Polsek Kuanfatu. Bahkan sempat dirawat di puskesmas sebagaimana diberitakan koran ini sebelumnya.
Ini bisa diikuti dari penuturan istri korban, Metriana Fallo kepada wartawan di Ruang IGD RSUD SoE, Jumat (26/5) malam, yang menguraikan bahwa pada Jumat (26/5) korban diperiksa di Mapolres TTS sejak pukul 11:39 hingga pukul 15:00 wita.
Korban diperiksa terkait kasus dugaan perselingkuhan antara korban dengan Diana A.L, warga Kuanfatu. Usai diperiksa penyidik Polres TTS, jelas Metriana, dirinya dan seorang anggota keluarga, Komi Hauteas meninggalkan suaminya dan pergi ke Bu'at, ke rumah salah satu saudaranya. Namun, saat baru tiba di kediaman saudaranya itu, dirinya menerima telepon dari seorang penyidik Polres TTS untuk kembali ke Mapolres TTS.
Menurut Metriana, mereka diminta kembali ke Mapolres karena suaminya sudah sekarat. "Kami tiba di Polres suami saya sudah meninggal," kata Metriana diamini tante korban, Komi Hauteas.
Dia mengaku mendapati suaminya dalam posisi tidur di lantai sel Polres TTS. Metriana mengaku melihat benjolan di dahi dan keluar darah serta busa dari mulut korban. Ia lalu menanyakan hal itu kepada tahanan lain yang ada di ruangan tersebut. Tahanan menjawab, benjolan di dahi korban akibat terjatuh di sel.
Beberapa saat kemudian dirinya dan Komi Hauteas diminta keluar dari sel karena korban akan dibawa ke RSU SoE untuk mendapat pertolongan medis. Komi menjelaskan, sebelumnya korban diduga dianiaya oleh oknum polisi Polsek Kuanfatu pada Minggu (14/5) lantaran dicurigai menjalin hubungan gelap dengan Diana A. L. Diana disebut-sebut menjalin hubungan gelap dengan korban yang telah memiliki dua orang anak itu.
"Pada hari Minggu (14/5) Diana dikabarkan mencuri uang milik ayahnya senilai Rp 8 juta kemudian diletakan pada jok motor milik korban," beber Komi.
Jelas Komi, korban tidak mengetahui jika ada uang di dalam jok motor miliknya. Korban yang berprofesi sebagai ojek itu menuju kampung Pana di Desa Pana, Kecamatan Kolbano. Minggu malam Diana mengirim pesan singkat kapada korban untuk segera kembali ke Kuanfatu guna mengembalikan uang yang ada di dalam jok motor milik korban. Tanpa curiga korban pun segera kembali ke Kuanfatu.
Di Kuanfatu, Diana bersama seorang saudaranya yang diketahui bernama Hongsun dan oknum polisi di Polsek Kuanfatu, yang menurut Komi bernama Yosep Yakobus Tona (Kanit Intel Polsek Kuanfatu) sudah menunggu. "Saat itu, Kanit Intel dan saudaranya Diana pukul suami saya sampai sekarat dan tidak bisa makan," beber Metriana.
Meski korban sudah sekarat dan tidak bisa makan, namun Kanit Intel tetap membawa korban ke Mapolsek Kuanfatu untuk disel. Selasa (16/5) korban dikeluarkan dari sel dan dibawa ke Puskesmas Kuanfatu untuk mendapatkan pertolongan medis.
Namun, saat itu Puskesmas Kuanfatu tidak mampu merawat korban. Luka memar di mata korban, dan beberapa anggota tubuh lainnya juga dada dan luka lecet pada bagian kepala dan terjadi pendarahan hebat sehingga korban dirujuk ke RSUD SoE.
Tiba di RSUD SoE, jelas Metriana, dilakukan rongsen namun tidak ditemukan penyakit. Karena itu, Kamis (18/5) sekira pukul 14:00 Wita korban keluar dari RSUD SoE.
"Senin (21/5) kami kembali untuk kontrol di RSUD SoE. Waktu kami datang (Ke RSUD SoE, Red), kami disuruh untuk rujuk lagi ke Kupang. Tapi kami tidak sempat bawa ke Kupang. Suami saya (korban) bilang luka di kepala itu karena dipukul pakai pistol. Sedangkan luka memar di muka dan badan itu karena ditendang dan dipukul oleh polisi di Kuanfatu," kata Metriana.
Jumat (26/5) korban dipanggil oleh penyidik Polsek Kuanfatu untuk diperiksa di Polres TTS. Usai diperiksa korban tidak dipulangkan melainkan langsung ditahan dan akhirnya korban meninggal sore kemarin.
Dokter RSUD SoE, dr. Ani Otu yang menangani korban mengatakan, saat korban tiba sudah dalam kondisi tidak bernyawa. Ironisnya, korban dinyatakan tewas pada pukul 16:30 Wita.
Keluarga meminta dr. Ani Otu untuk melakukan visum ulang karena saat dokter memeriksa korban tidak disaksikan keluarga. Namun, dr. Ani Otu mengatakan, hasil pemeriksaan awal yang dilakukan dapat dijadikan sebagai lampiran visum kematian korban. "Hasil pemeriksaan awal yang saya lakukan bisa dijadikan sebagai hasil visum," kata dr. Ani Otu.
Karena tak mendapatkan kepastian penyebab kematian korban, pihak keluarga meminta agar korban di bawa ke Kupang untuk proses autopsi.
Decky Liu, salah satu kerabat korban kepada koran ini kemarin (27/5) mengatakan, jasad Seperianus dibawa ke RSP Bhayangkara Kupang Sabtu (27/5) subuh untuk diotopsi. Dan oleh tim dokter RS Bhayangkara, kata Decky telah selesai melakukan otopsi dan sudah mengetahui hasilnya.
Dari pantauan koran ini, Sabtu (27/5) sekira pukul 10.00 Wita, jasad korban tersebut sudah diotopsi di RS Polisi Bhayangkara Kupang. Proses otopsi yang dilakukan Kompol dr. Nilu Putu Astuti, SpF itu bertujuan mengetahui sebab tewasnya korban di dalam sel tahanan Mapolres TTS.
"Kami sudah bawa jenazah Seperianus ke Kupang bersama anggota Polres TTS dan sudah selesai otopsi, keluarga sudah tahu sebab kematian korban, dan kini dalam persiapan untuk dibawa kembali ke kediaman korban," ungkap Decky seraya menambahkan, hasil otopsi ini akan dijadikan dasar oleh pihak keluarga untuk meminta pertanggungjawaban aparat. (yop/gat/cel)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketum Ikatan Pesantren: Semoga Diberikan Tempat Terbaik di Sisi Allah
Redaktur & Reporter : Friederich