jpnn.com, JAKARTA - Berangkat dari pemikiran tentang kompleksitas tata kota di Jakarta, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PWNU) DKI Jakarta mengeluarkan tentang pentingnya gagasan fikih tata kota.
Gagasan tersebut bertujuan untuk menjawab tantangan perkembangan perkotaan yang ada saat ini, khususnya di DKI Jakarta dan turut mewujudkan akselerasi tercapainya visi ibu kota, yaitu Maju Kotanya, Bahagia Warganya.
BACA JUGA: Lagi Enak-Enak di Hotel Bareng Cewek, D Diseret Keluar-Diamuk Massa, Sukurin
Gagasan tersebut akan dibahas dalam seminar dengan tema “Menggagas Implementasi Fikih Tata Kota untuk Jakarta: Maju Kotanya, Bahagia Warganya”.
Ketua Lakpesdam PWNU DKI Jakarta KH Khalilurrahman mengatakan kegiatan ini dilatarbelakangi oleh ibu kota sebagai daerah yang menjadi tempat pusat pemerintahan negara sekaligus pusat ekonomi nasional.
BACA JUGA: AKBP Fernando: Saya Sudah Perintah Kasatreskrim Menyelidiki di Lapangan
“Hal ini tentu mempunyai problem yang sangat kompleks dalam hal pengelolaan tata ruang,” katanya di Jakarta, Jumat (22/10).
Apalagi, kata Kiai Khalil, dengan posisi Jakarta yang juga menjadi salah satu kota padat penduduk yakni lebih dari sebelas juta mendiami daratan dengan luas sekitar hanya 662 kilometer persegi sehingga menambah kompleksitas tersendiri.
BACA JUGA: Korupsi Dana Desa untuk Menikahi Dua Istri Muda
“Isu yang terkait dengan tata kota merupakan isu yang multidimensional dan semuanya saling terkait, mulai dari penyediaan lapangan pekerjaan, hunian yang nyaman, lingkungan yang sehat dan hijau, potensi kebencanaan, sistem transportasi, pelayanan publik bahkan sampai bagaimana menghadirkan keadilan baik secara ekonomi maupun sosial budaya untuk para penduduknya,” katanya.
Melakukan manajemen terhadap semua isu tersebut secara ideal, dinilai Kiai Khalil, jelas bukan sesuatu hal yang mudah, namun harus selalu diikhtiarkan untuk mencapai kondisi yang lebih baik.
“Penataan kota yang tidak baik akan menghasilkan berbagai macam problem yang mendasar bagi masyarakat,” tuturnya.
Problem yang terjadi pun juga multidimensional, seperti; kemacetan, kriminalitas, ketimpangan ekonomi, kualitas hidup, pendidikan dan berbagai macam problem turunan lainnya dari problem utama tersebut.
Lebih jauh Kiai Khalil menjelaskan, gagasan mengenai tata kota yang ideal untuk Jakarta pasti sudah banyak disampaikan oleh para ahli.
Namun demikian, proses Jakarta menuju kota yang ideal masih membutuhkan ikhtiar dan kerja-kerja panjang.
Berbagai macam ikhtiar telah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta salah satunya adalah dengan membuat program Jakarta Kota Kolaborasi.
Program ini berupaya untuk melibatkan sebanyak mungkin partisipasi publik dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi bersama.
“Program ini perlu diapresiasi dan tentunya harus didukung agar tercapai kehidupan bersama di kota Jakarta ini menjadi lebih baik,” ungkap Kiai Khalil.
KH Robi Nurhadi, Sekretaris Lakpesdam PWNU DKI Jakarta mengatakan salah satu ikhtiar dalam mewujudkan tata kota Jakarta yang ideal adalah konsep fikih tata kota.
Pendekataan perspektif keagamaan dalam hal ini fikih untuk melihat problematika tata kota, dapat digolongkan sebagai gagasan yang baru dalam konteks Indonesia.
“Sebab, selama ini pendekatan yang dilakukan merupakan pendekatan yang konvensional,” ujarnya.
Fikih tata kota adalah tata cara menata pembangunan kota berdasarkan Islam, yakni Al-Qur'an, Hadis dan Ijma/Qiyas serta pendapat ulama serta ilmuwan.
Kiai Robi mengatakan falsafah mendasar tujuan fikih tata kota ini adalah sebagaimana tujuan dasar Syariah (maqosidussyariah), yakni: hifdzuddin (menjaga agama); hifdzunnafs (menjaga jiwa/diri); hifdzulaql (menjaga akal); hifdzulmaal (menjaga harta); hifdzulirdl (menjaga kehormatan).
Lebih jauh, Kiai Robi menjelaskan, gagasan fikih tata kota ini ingin menyerasikan antara kemajuan kota yang bersifat duniawi dengan peningkatan kualitas SDM penduduknya yang bersifat ukhrawi.
"Skala fikih tata kota bersifat universal, dalam arti dapat digunakan di berbagai negara," kata dia.
Dalam skala nasional, Indonesia dapat menjadi percontohan sehubungan Indonesia merupakan negara mayoritas muslim (right market) namun bukan negara Islam.
Ruang lingkup fikih tata kota ialah legalisasi atau internalisasi yang dapat dimasukan dalam muatan konstitusi, undang-undang, peraturan pemerintah, perpres, permen, perda, pergub dan lain sebagainya.
Kota Jakarta dianggap Kiai Robi merupakan kota yang tepat dalam mengimplementasikan gagasan fikih tata kota ini. Sebab, Jakarta saat ini memenuhi karakter ideal, di antaranya mayoritas penduduknya muslim, adanya dukungan politik dari gubernur, permasalahan tata kota yang rumit dan kompleks, alokasi anggaran penanganan masalah tata kota yang sangat besar dibandingkan kota-kota lainnya.
“Berdasarkan hal-hal tersebut, maka fikih tata kota dalam konteks Jakarta ini memiliki signifikansi sosial-ekonomi yang tinggi,” kata Kiai Robi.
Seminar ini akan diselenggarakan bersamaan dengan Pelantikan dan Rakerwil Pengurus Lakpesdam PWNU DKI Jakarta masa khidmat 2021-2026 di aula Al-Fattah Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Minggu (24/10).
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan didapuk menjadi keynote speaker. Sementara, Imam Besar Masjid Istiqlal KH Nasaruddin Umar akan memberikan Mauidhoh Hasanah. (dkk/jpnn)
Redaktur : Rah Mahatma Sakti
Reporter : Muhammad Amjad