jpnn.com - Baru beberapa minggu yang lalu dalam sebuah rapat kabinet, Presiden Joko Widodo dengan mimik serius dan meyakinkan berkata kepada para menterinya supaya tidak ada lagi yang berbicara mengenai wacana perpanjangan tiga periode masa kepresidenan.
Para menteri ketika itu terlihat serius menyimak, dan beberapa dari mereka terlihat serius mencatat sesuatu di buku catatannya.
BACA JUGA: Jokowi Berharap Presiden 2024 Bisa Melanjutkan Programnya, Rizal Ramli: Yang Mana?
Rasanya belum terlalu lama.
Wacana tiga periode hilang sejenak.
BACA JUGA: Ubedilah: Mana Berani Jokowi Reshuffle Erick Thohir dan Airlangga
Setidaknya sudah tidak ada menteri yang bicara mengenai tiga periode.
Sebelumnya, Luhut Binsar Panjaitan mengutip hasil suveri big data bahwa ada 100 juta suara rakyat yang menghendaki Jokowi lanjut tiga periode.
BACA JUGA: Ada Teriakan Lanjutkan 2024 di Acara HIPMI, Jokowi Kesal, Lihat Ekspresinya
Menteri Bahlil Lahadalia mengeklaim ada suara para pengusaha yang menginginkan Jokowi tambah periode.
Publik berang oleh munculnya wacana ini.
Timbul beberapa demonstrasi oleh mahasiswa menentang wacana ini.
Perpanjangan masa jabatan kepresidenan, apa pun alasannya, tidak bisa diterima karena bertentangan dengan konstitusi.
Kalau wacana itu dipaksakan dengan mengubah konstitusi, hal itu dianggap sebagai pengkhianatan terhadap konstitusi.
Lengang dan senyap sejenak, sekarang wacana itu menggelinding lagi seperti bangkit dari kubur.
Yang pertama, muncul dari Budi Arie Setiadi, Wakil Menteri Pembangunan Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal.
Dalam sebuah diskusi publik, dia terang-terangan melempar gagasan perpanjangan masa jabatan.
Alasannya, Jokowi telanjur menerapkan standar benchmark yang tinggi dalam kepemimpinan nasional, sehingga calon-calon presiden yang ada sekarang mengalami kesulitan untuk meraih benchmark itu.
Kalau Budi Arie Setiadi memberikan puja-puji setinggi langit kepada Jokowi harap maklum, karena dia adalah ketua umum Projo, organisasi sukarelawan Jokowi.
Organisasi ini sekarang berubah menjadi pseudo-partai politik, karena sudah berfungsi seperti partai politik.
Organisasi ini diundang dalam pertemuan tiga parpol yang berkoalisi membentuk KIB (Koalisi Indonesia Bersatu), yakni Partai Golkar, PAN, dan PPP.
Koalisi ini disebut-sebut disiapkan menjadi sekoci politik Ganjar Pranowo yang sedang dipersiapkan menggantikan Jokowi.
Lemparan wacana tiga periode berikutnya dilakukan lagi oleh Bahlil Lahadalia.
Dalam acara ulang tahun ke-50 Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), muncul teriakan kor ‘’lanjutkan’’.
Ketika itu Jokowi hadir dan memberi sambutan.
Bahlil yang menjadi ketua Dewan Pembina HIPMI kali ini melempar isu ‘’lanjutkan’’ untuk menyamarkan wacana tiga periode.
Jokowi menjawab teriakan itu dengan melucu.
Alih-alih menegur Bahlil supaya menghentikan wacana ‘’lanjutkan’’, Jokowi mengatakan supaya berhati-hati dengan munculnya wacana ‘’lanjutkan’’.
Alasannya, nanti Jokowi yang menjadi sasaran demonstrasi lagi, padahal yang punya gagasan lanjutkan bukan dirinya.
Hadirin tertawa dan bertepuk tangan karena menganggap ucapan Jokowi lucu.
Ide tiga periode maupun ‘’wacana lanjutkan’’ atau apa pun namanya, adalah gagasan anti-demokrasi.
Gagasan ini mengkhianati amanat perjuangan reformasi yang melahirkan undang-undangan pembatasan masa kepresidenan menjadi dua periode saja.
HIPMI sebagai representasi kelas menengah ekonomi di Indonesia seharusnya menjadi bagian dari gerakan demokratisasi.
Secara teoretis, kelas menengah ekonomi adalah kekuatan penting dalam gerakan demokratisasi.
Kelas menengah ekonomi ini independen dan mempunyai pengaruh yang besar, dan karena itu punya peran penting dalam perubahan menuju demokratisasi.
Akan tetapi, di Indonesia kelas menengah ekonomi tidak menjadi mesin pendorong demokratisasi, karena kelas menengah Indonesia tidak independen dan malah cenderung menjadi bagian dari korporatisme negara.
Kelas menengah menjadi tidak independen karena selalu mengandalkan rente ekonomi dari kekuasaan.
Bahlil Lahadalia adalah representasi pengusaha kelas menengah Indinesia.
Dia berada pada lingkaran elite pengusaha nasional yang masuk dalam geng HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) dan Kadin (Kamar Dagang dan Industri) yang sekarang menjadi menteri di kabinet Jokowi.
Ada Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Menteri Perdagangan M Lutfi, dan Rosan Roeslani yang sekarang menjadi Duta Besar RI untuk Amerika Serikat.
Mereka adalah entrepreneur muda yang menjadi bagian dari kelas menengah ekonomi, yang biasanya menjadi kelompok kelas menengah yang independen dan mempunyai daya tawar yang tinggi terhadap kekuasaan.
Akan tetapi, di Indonesia kalangan kelas menengah ekonomi itu tidak menjadi bagian dari kelas yang indenpenden, karena mereka justru dependen kepada kekuasan.
Kelas menengah ekonomi yang independen menjadi kekuatan demokrasi yang sangat penting.
Dalam berbagai gerakan demokratisasi, kelas menengah ekonomi dari kalangan entrepreneur ini selalu memainkan peran yang sangat penting.
Demokrasi sebuah negara akan sehat dan kuat kalau kelas menengah ini independen.
Di Indonesia kalangan kelas menengah ekonomi ini tidak pernah bisa independen, karena telah terkooptasi oleh kekuasaan.
Kadin yang berdiri pada 1968 di masa awal Orde Baru semula adalah organisasi pengusaha yang independen.
Namun kemudian, seiring dengan makin kuatnya dominasi politik Orde Baru, Kadin pun terkooptasi oleh kekuasaan dan menjadi bagian dari korporatisme negara.
Para pengusaha yang mewakili kekuatan modal adalah kekuatan penting yang bisa menentukan arah demokrasi.
Namun, kapitalisme di Indonesia berbeda dengan kapitalisme di barat yang lahir dari spirit protestanisme dan calvinisme.
Kapitalisme barat melahirkan revolusi industri yang memunculkan kelas menengah ekonomi baru yang kemudian menjadi kekuatan utama demokrasi.
Di Indonesia dan Asia Tenggara, kapitalisme yang murni dan independen seperti di Barat tidak pernah benar-benar ada.
Kapitalisme Indonesia adalah kapitalisme semu, ersatz capitalism kata Yoshihara Kunio.
Kapitalisme merupakan kegiatan ekonomi yang skala operasinya besar dengan modal yang besar pula.
Kunio menggunakan definisi kapitalisme konvensional yang menekankan adanya kepemilikan usaha pribadi dan usaha bebas.
Wirausaha hanya menjalankan bisnis dalam lingkup kecil dengan modal yang terbatas.
Yang dimaksudkan dengan kapitalisme semu adalah kemunculan kapitalisme di Asia Tenggara yang didominasi oleh modal asing.
Sifat semu dalam kapitalisme Asia Tenggara berasal dari fakta bahwa perkembangan kapital Asia Tenggara terbatas pada sektor fabrikan dan eksplorasi bahan mentah.
Kapitalisme Asia Tenggara disebut semu karena didominasi oleh kapitalis China.
Para kapitalis lokal di negara-negara Asean disebut semu karena mereka tidak menunjukkan semangat entrperneurship yang gigih, tetapi lebih banyak bergantung kepada proyek-proyek pemerintah.
Kapitalis Indonesia masuk dalam kategori ini.
Mereka adalah para pemburu rente (rent seeker) yang memburu proyek-proyek pemerintah sebagai sumber pekerjaan utama.
Bersamaan dengan itu para pemburu rente ini juga memburu proteksi dari pemerintah, memburu konsesi, lisensi, dan hak monopoli.
Dalam praktiknya kapitalisme semu ini menimbulkan berbagai bentuk penyelewengan seperti kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Merujuk pada pandangan Yoshihara Kunio, para pengusaha Indonesia dari berbagai kelas dan golongan sampai sekarang masih masuk dalam kelompok kapitalis semu. Fenomena para pengusaha yang masuk dalam gerbong kekuasaan makin memperkuat bukti adanya kapitalisme semu.
Para pengusaha yang sekarang menjadi pemilik partai juga menjadi bukti kuatnya kapitalisme semu di Indonesia.
Fenomena ‘’peng-peng’’ penguasa-pengusaha menjadi hal yang umum.
Mereka memburu rente, proteksi, koneksi, konsesi, dan lisensi dari kekuasaan.
Karena itu sangat sulit mengharapkan mereka menjadi kekuatan kelas menengah independen yang menjadi kekuatan utama demokrasi.
Dalam posisi seperti ini sulit mengharapkan perubahan muncul dari kalangan kelas menengah.
Salah satu—kalau tidak satu-satunya—kekuatan perubahan di Indonesia muncul dari kalangan mahasiswa.
Kalau wacana ‘’lanjutkan’’ yang dilempar Budi Arie dan Bahlil terus menggelinding, dan Jokowi diam saja tidak mengingatkan menteri-menterinya, maka sangat mungkin mahasiswa akan turun lagi ke jalan melakukan demo untuk kesekian kalinya. (*)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror