jpnn.com, SURABAYA - Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattalitti menginginkan agar hak para senator dalam mengajukan pasangan calon presiden-calon wakil presiden dipulihkan kembali.
Untuk itu, DPD mewacanakan amandemen ke-5 UUD 1945.
BACA JUGA: Politikus PDIP Bingung, Kenapa Bisa Bocor ya?
"Sebab, akibat amandemen sejak 1999 hingga 2002, DPD RI sebagai lembaga non-partisan menjadi kehilangan hak untuk mencalonkan pasangan capres-cawapres," ujar LaNyalla, saat menjadi pembicara di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Selasa (8/6).
Ia menggunakan frasa memulihkan, melihat sejarah perjalanan lembaga legislatif. Di mana, hilangnya hak DPD RI untuk mengajukan kandidat capres-cawapres dinilai sebagai kecelakaan hukum yang harus dibenahi.
BACA JUGA: Ada Usulan Airlangga-Khofifah Berpasangan di Pilpres 2024, Warga Jatim Setuju?
Senator asal Jatim itu menjelaskan, sebelum amandemen UUD 1945, presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang saat itu terdiri atas DPR dan utusan daerah serta utusan golongan.
Artinya, kata dia, baik DPR selaku anggota MPR maupun anggota MPR dari unsur utusan daerah, sama-sama memiliki hak mengajukan calon.
BACA JUGA: Permintaan Haedar Nashir ke PKS Cukup Sederhana, Soal Pancasila
Lalu pada amandemen ketiga UUD 1945, DPD RI lahir menggantikan utusan daerah, dan utusan golongan dihilangkan.
"Maka, hak-hak untuk menentukan tata kelembagaan di Indonesia seharusnya tidak dikebiri, termasuk hak mengajukan capres-cawapres," ucap dia.
LaNyalla lebih lanjut mengatakan, DPD memiliki legitimasi kuat, karena dipilih melalui pemilihan umum secara langsung oleh rakyat.
"Ini menjadikan DPD sebagai lembaga legislatif non-partisan yang memiliki akar legitimasi kuat. Sehingga hak DPD untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden adalah rasional," katanya menegaskan.
Mantan Ketua Umum KADIN Jatim itu kemudian berbicara tentang hasil survei Akar Rumput Strategis Consulting (ARSC) yang dirilis 22 Mei lalu.
Hasil survei menunjukkan 71,49 persen responden ingin calon presiden tidak harus dari kader partai.
Hanya 28,51 persen yang menginginkan calon presiden dari kader partai.
LaNyalla menilai hasil studi tersebut harus direspons dengan baik, dan seharusnya DPD bisa menjadi saluran atas harapan 71,49 persen responden yang menginginkan calon presiden tidak harus kader partai.
"Makanya saya menggagas bahwa amandemen ke-5 nanti, harus dijadikan momentum untuk melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa," pungkas LaNyalla.(Antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang