LaNyalla Optimistis Indonesia Dapat Lebih Cepat Menjadi Poros Maritim

Rabu, 29 September 2021 – 22:13 WIB
Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattalitti berbicara pada Obrolan Senator dengan tema ‘Pembangunan Daerah Kepulauan Dalam Mengoptimalkan Potensi Negara Maritim’, di Media Center Parlemen, Lantai 1, Gedung Nusantara III, Jakarta, Rabu (29/9). Foto: Humas DPD RI.

jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti optimistis Indonesia dapat lebih cepat menjadi poros maritim dunia.

Sebagai langkah awal Indonesia penting memiliki undang-undang tentang daerah kepulauan untuk membangun potensi maritim.

BACA JUGA: Pemerintah Didorong Ubah Paradigma Pengembangan Komoditas Sawit

Hal itu disampaikan LaNyalla Mahmud Mattalitti secara virtual dalam acara Obrolan Senator (Obras) dengan tema ‘Pembangunan Daerah Kepulauan Dalam Mengoptimalkan Potensi Negara Maritim’, di Media Center Parlemen, Lantai 1, Gedung Nusantara III, Jakarta, Rabu (29/9).

Hadir dalam acara tersebut Wakil Ketua I DPD RI Nono Sampono (virtual), Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi, Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya, Sekjen ASPEKSINDO Sokhiatulo Laoli dan para wartawan yang bertugas di Komplek Parlemen Senayan.

BACA JUGA: Kiai Said Aqil Siradj Bicara Soal Patung Bung Karno, Begini!

“Sudah seharusnya Indonesia kembali ke jati diri sebagai negara kepulauan yang besar, yang menjaga kehidupan dan masa depan yang ada di laut."

"Indonesia juga harus bisa memainkan peran lebih besar sebagai negara yang berada di posisi strategis di antara dua laut, yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasific, baik secara geografi, geostrategis dan ekonomis,” kata LaNyalla.

BACA JUGA: Cegah Serangan Jantung Saat Olahraga, Lakukan Hal Penting ini

Dengan adanya RUU tentang Daerah Kepulauan, menurut LaNyalla, gagasan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia juga bisa didorong agar tidak menjadi sekadar konsep, tetapi harus menjadi cita-cita yang terwujud.

“Yakinlah, our dream will be come true,” katanya.

Dijelaskan oleh LaNyalla, DPD RI mengusulkan RUU Daerah Kepulauan karena memandang UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah belum memenuhi asas kepastian hukum untuk pengelolaan wilayah laut, dan penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kepulauan.

“UU Nomor 23 tersebut juga belum cukup mewadahi berbagai kepentingan dan permasalahan daerah kepulauan dalam rangka mengejar ketertinggalan pembangunan, teknologi, dan sumber daya manusia, demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat kepulauan,” paparnya.

Ada 9 subtansi penting dari RUU tentang Daerah Kepulauan yang semuanya berorientasi kepada paradigma pembangunan Maritim.

Di dalamnya juga mengakomodasi enam elemen penting untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara Maritim.

Yaitu posisi geografis, bentuk fisik, dan luasnya wilayah.

Kemudian jumlah penduduk, karakter pemerintahan dan karakter bangsa.

Menurut LaNyalla, RUU itu akan sejalan dengan semangat Presiden Jokowi dalam memperkuat posisi Maritim Indonesia.

“Sekadar mengingatkan, pada November 2014 silam, Presiden Joko Widodo telah mencanangkan gagasan tentang pembangunan kekuatan Maritim Indonesia."

"Saat itu Presiden berbicara dalam forum KTT ke-9 Negara-Negara Asia Timur di Myanmar."

"Hari ini tujuh tahun sudah berjalan, sudah sepantasnya RUU tentang Daerah Kepulauan segera dikerjakan bersama kolega di DPR RI,” kata LaNyalla.

Dalam pandangan DPD, akan terasa janggal juga jika Indonesia tidak memiliki Undang-Undang tentang Daerah Kepulauan.

Mengingat Indonesia memiliki 16.056 Pulau, dimana 6 juta km persegi wilayah Indonesia berupa laut.

Ditambah sejarah kejayaan Maritim di era Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit.

Seperti diketahui DPD RI memang berinisiatif mengusulkan Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Kepulauan.

RUU tersebut sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021 dan Presiden Joko Widodo juga telah menugaskan kementerian terkait melakukan pembahasan terkait RUU tersebut.

LaNyalla juga meminta agar DPD RI dan DPR RI melakukan percepatan dalam pembahasan RUU itu.

Karena delapan provinsi kepulauan di Indonesia sudah menunggu kepastian hukum terkait pengaturan kebijakan afirmatif bagi daerah kepulauan itu.

Kedelapan provinsi itu adalah Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara.(**/JPNN)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler