jpnn.com - TOKYO - Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattalitti mendorong hubungan bilateral Indonesia-Jepang melibatkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM, tak hanya fokus pada kerja sama antara perusahaan-perusahaan besar saja.
LaNyalla mengungkap hal itu saat bertemu jajaran Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo, dalam rangkaian kunjungan kerja delegasi senator untuk menyerap aspirasi komunitas diaspora serta mengadakan studi referensi sebagai bahan masukan dalam menjalankan tugas-tugas konstitusional DPD RI.
BACA JUGA: LaNyalla & Try Sutrisno Ingatkan soal Cakupan Pemulihan Hak PKI
LaNyalla menilai kerja sama ekonomi bilateral sering terperangkap dalam alam pikiran masa lalu tentang trickle-down effect, bahwa yang dilibatkan harus konglomerasi dan perusahaan-perusahaan besar.
"Tujuannya agar setelah mereka kuat, mereka akan membantu masyarakat golongan bawah. Itu mimpi yang tidak pernah menjadi kenyataan," ujar LaNyalla dalam pertemuan yang dihadiri Deputy Chief of Mission John Tjahjanto Boestami dan staf KBRI pada Kamis (25/5).
BACA JUGA: PPATK Sebut Ada Aliran Dana Kejahatan Lingkungan ke Parpol, LaNyalla: Bongkar ke Akar-Akarnya
Menurut LaNyalla, faktanya saat ini yang kuat dan kaya kian melupakan masyarakat di bagian bawah piramida ekonomi, sehingga disparitas ekonomi dan sosial makin melebar.
"Oleh karena itu, yang perlu diberdayakan dan mendapat keberpihakan negara adalah pelaku ekonomi golongan bawah, yaitu UMKM, yang jumlahnya lebih dari 60 juta unit usaha, tersebar di lebih dari 500 kabupaten/kota di Indonesia," katanya.
BACA JUGA: Gelar Serba Lokal Fest, KAI Promosikan UMKM Binaannya Lewat Sinergi BUMN
LaNyalla juga menekankan bahwa DPD RI mengadvokasi demokrasi ekonomi yang inklusif agar terjadi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Karena itu, LaNyalla mengingatkan kepada KBRI Jepang dan juga KBRI di semua negara sahabat perlu menjadikan hal ini sebagai salah satu prioritas diplomasi, agar investasi asing yang masuk ke Indonesia juga melibatkan proyek-proyek yang langsung berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat golongan bawah, termasuk pelaku-pelaku UMKM di daerah-daerah.
"Dalam rangka melayani rantai pasok produk-produk Indonesia ke Jepang dan sekitarnya, UMKM Indonesia perlu dilibatkan dalam pusat distribusi produk Indonesia di Jepang. KBRI juga bisa mendorong investasi Jepang untuk meningkatkan kualitas produk UMKM Indonesia," tutur LaNyalla.
Dia menerangkan bahwa kombinasi dari permintaan global yang mulai meningkat, disrupsi rantai pasok, melonjaknya harga pangan dan energi, serta kondisi geopolitik global, mendorong kenaikan inflasi global dan pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara.
Namun, di tengah ketidakpastian global tersebut pertumbuhan ekonomi Indonesia justru mencatatkan kinerja yang impresif.
Dia menjelaskan, dalam rangka memperkuat dan membangun perekonomian, setiap negara perlu melakukan kolaborasi dengan negara lainnya, karena suatu negara tidak mungkin dapat berdiri hanya dengan mengandalkan sumber daya yang dimilikinya.
Menurut LaNyalla, kesepakatan yang pertama kali dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan Jepang adalah kerja sama di bidang ekonomi yang dalam kerangka Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) yang disepakati pada 20 Agustus 2007.
Sebagai tindak lanjut dari hal tersebut, pada 20 Mei 2023 lalu, Presiden Joko Widodo telah melakukan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida di Hiroshima.
Jokowi menyampaikan beberapa hal terkait peningkatan kerja sama IJEPA yang diharapkan dapat dimulai pada September 2023.
"Termasuk di dalamnya penghapusan tarif produk tuna kaleng, peningkatan capacity building dan perluasan bidang kerja bagi pekerja migran Indonesia, terutama di bidang pariwisata. Presiden Joko Widodo juga telah memberikan keleluasaan dan fleksibilitas perluasan akses buah tropis Indonesia seperti mangga dan apel," ujar LaNyalla.
"Terkait investasi, Presiden (Jokowi) juga mengatakan bahwa diperlukan percepatan terkait penyelesaian proyek pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) di Indonesia. Presiden juga telah mengusulkan agar dilakukan penunjukan langsung kontraktor Jepang," imbuhnya.
Terkait pembangunan Ibu Kota Nusantara, LaNyalla menyebut bahwa dia menyambut baik penandatanganan lima nota kesepahaman dengan JICA, JBIC, JCODE, JIBH dan UR.
"Terkait transisi energi, Presiden mendorong percepatan realisasi komitmen Jepang sebesar USD500 juta untuk teknologi rendah karbon dan percepatan penghentian PLTU, serta implementasi kesepakatan bisnis oleh PLN, Pupuk Indonesia dan Pertamina dengan mitra Jepang sebagai upaya mencapai net zero emission," katanya.
Dalam kunjungan kerja ke Jepang, LaNyalla didampingi Wakil Ketua DPD Mahyudin dan Sultan B Najamudin serta 16 Senator DPD RI, yaitu Leonardy Harmainy Dt Bandaro Basa, Eni Sumarni, Marthin Billa, Faisal Amri, Edwin Pratama Putra, Eva Susanti, Bustami Zainudin, Richard Hamonangan Pasaribu, Asep Hidayat, Tgh Ibnu Halil, Christiandy Sanjaya, Zakaria Bahasyim, Maya Rumantir, Tamsil Linrung, Novita Anakotta dan Filep Wamafma. (*/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mufthia Ridwan