jpnn.com - JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Andi Irmanputra Sidin mengatakan, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya, Rabu (8/7) menyatakan, larangan politik dinasti dalam pencalonan kepala daerah (Pilkada), inkonstitusional.
Karena itu ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, yang kemudian disempurnakan dengan UU Nomor 8/2015, tidak lagi memiliki kekuatan hukum.
BACA JUGA: Sutiyoso: Nyatanya Saya Dilantik
Sehingga dengan demikian, tidak ada alasan bagi KPU mencoret nama bakal calon kepala daerah yang memiliki hubungan keluarga dengan petahana.
"MK akhirnya menyatakan bahwa larangan politik dinasti dalam pencalonan kepala daerah adalah inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Irman, Rabu siang.
BACA JUGA: Dua Pentolan ICW tak Penuhi Panggilan Bareskrim
Menurut Irman, ketentuan 'politik dinasti' yang dinyatakan inkonstitusional adalah terkait ketentuan yang melarang warga negara untuk menjadi calon kepala daerah, karena statusnya memiliki hubungan yang memiliki konflik kepentingan dengan petahana.
Yang dimaksud memiliki konflik kepentingan adalah tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu kecuali telah melewati jeda satu kali masa jabatan.
BACA JUGA: KPK Jemput Paksa Bupati Morotai Tersangka Penyuap Akil
"Dengan putusan ini maka tidak ada alasan lagi bagi penyelenggara pilkada untuk menolak bagi siapapun ipar petahana termasuk hubungan kekerabatan lainnya untuk dapat menjadi calon kepala daerah," ujar Kuasa Hukum A Irwan Hamid, yang merupakan ipar Petahana Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan ini.
Menurut Irman, putusan MK ini juga sudah otomatis menjadi koreksi konstitusional terhadap UU Pilkada yang ada. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tempat Lahir Bung Karno Salah, BIN Salah, Jangan Sampai Pancasila Salah juga
Redaktur : Tim Redaksi