Laskar Abu Tholut Mirip Pasukan Khusus

Kamis, 23 September 2010 – 06:03 WIB

JAKARTA --  Siapakah para penyerang Mapolsek Hamparan Perak? Berdasar hasil penelusuran polisi, kuat diduga, mereka adalah regu teroris yang dilatih Abu Tholut alias MustofaResidivis teroris yang saat ini menjadi buron polisi itu juga dianggap sebagai sosok yang menggerakkan perampokan di Bank CIMB Niaga Medan pada 18 Agustus lalu. 

Jika memang benar para penyerang Mapolsek Hamparan Perak tersebut adalah para teroris binaan Abu Tholut, kali ini lawan polisi tak bisa dianggap remeh

BACA JUGA: Darah Balas Darah, Mata Balas Mata

"Dari DPO terorisme, memang dia (Abu Tholut) yang paling berbahaya," ujar Kadivhumas Polri Irjen Pol Iskandar Hasan kemarin (22/9).

Polisi sebenarnya pernah berhasil meringkus pria yang punya lima nama alias itu
Tepatnya, pada 8 Juli 2003 pukul 16.30 WIB, tim Cobra Polda Metro Jaya (cikal bakal Densus 88) menangkap Pranatayuda alias Mustofa alias Abu Tholut alias Yono alias Imron

BACA JUGA: Pengadaan Pesawat Presiden Ditinjau Lagi

Saat itu pria berusia 42 tahun kelahiran Semarang tersebut sempat melawan secara fisik.

Abu Tholut saat itu bersama Suyono alias Yono alias Abu Farouq alias Syukur, pria kelahiran Semarang berusia 41 tahun
Suyono disebut sebagai mantan ketua Wakalah Jamaah Islamiyah (JI) Lampung

BACA JUGA: KPK Lacak Aset Terkait Kasus Langkat

Keduanya ditangkap di Permata Hijau, Kaliabang, Bekasi UtaraMustofa adalah mantan ketua Mantiqi III JI dan pernah bekerja di Badan Pekerja Markas JI di JakartaDia juga menyatakan pernah ke Afghanistan dan melatih militer di Moro, FilipinaDia juga aktif dalam jihad di Poso.

Keesokan harinya, 9 Juli 2003 pukul 21.00 WIB, dilakukan penggeledahan terhadap rumah adik Mustofa di Cipinang Muara, Jakarta TimurDari rumah itu berhasil disita barang bukti berupa satu buah tas koper berisi satu pucuk senjata laras panjang M-16, berikut magazin tanpa peluru, satu tempat senjata api FN berisi empat butir peluru kaliber 9 mm, dua buah teleskop, buku-buku dan dokumen JI, serta satu buah tas ukuran sedang berisi kaset-kaset dan VCD JI

Selanjutnya, pada Jumat, 11 Juli 2003, pukul 01.00 WIB, ditangkap seorang laki-laki berusia 28 tahun kelahiran Solo, bernama Ikhwanuddin alias Asim, di Jalan Kebagusan III, Pasar MingguBarang bukti yang berhasil disita saat itu adalah sepucuk M-16 dan satu magazin, satu kardus berisi 27 kotak peluru kaliber 5,56 mm sebanyak 540 butir yang bertulisan PT Pindad, serta kardus ukuran sedang berisi 55 kotak peluru kaliber 5,56 mm sebanyak 1.100 butir.

Sayang, Abu Tholut hanya divonis tujuh tahun penjara pada 11 Mei 2004Karena sejumlah persyaratan, di antaranya berlaku baik di penjara, Abu Tholut bebas sekitar akhir 2008Saat tertangkap pada 2003, dia didakwa kasus penyimpanan dan pengiriman senjata api, amunisi, serta bahan peledak sesuai dengan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat jo 12 Tahun 1951 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPHakim PN Jakarta Timur pada Mei 2004 mengatakan, tuduhan jaksa bahwa Abu Tholut terlibat terorisme tidak terbukti.

Secara terpisah, mantan narapidana kasus terorisme Ismail (samaran) yang mengenal Abu Tholut menyebut bahwa kemampuan militer lelaki itu sangat hebat"Dia assabiqunal awwalun (generasi awal) mujahid Indonesia di Afghanistan," ungkap Ismail saat ditemui di sebuah tempat di Jakarta kemarin

Ismail yang sekarang mengaku menjauhkan diri dari kelompok yang pernah membawanya ke penjara menjelaskan bahwa Abu Tholut punya keahlian setara dengan polisi"Bahkan bisa dibilang setara dengan pasukan khususKalau benar dia punya laskar, kemampuannya juga rata-rata pasukan khusus," katanya.

Dia masih ingat, saat sama-sama beraktivitas, mereka belajar teknik SERE"Itu diajarkan di Afghanistan, singkatan dari Survival, Evation, Resistance, Escape," terangnyaMelihat pola serangan di Hamparan Perak, itu khas teknik SERE ala regu Abu Tholut"Mereka bertahan hidup dalam pengejaran, membalas secara mendadak, lalu lari menghilang lagi," paparnya

Secara terpisah, pengamat teroris Mardigu Wowiek Prasantyo mengatakan, pola serangan sporadis ke polsek-polsek akan semakin sering digunakan"Apalagi, peluru memang lebih mudah diperoleh," ucap Mardigu setelah diskusi Teroris Masih Mengancam di gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD), kompleks parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.

Alasannya, ungkap Mardigu, cukup sederhanaAhli hipnoterapi yang kerap membantu Densus 88 itu menuturkan bahwa "biaya" untuk melakukan serangan teror dengan senjata api jauh lebih murah daripada menggunakan bomTeror bom, lanjut dia, memerlukan kesiapan strategi yang matangWaktu yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran juga tentu lebih lama"Jadi, dari segi strategi penyerangan, penggunaan senjata api lebih praktis, tapi dari sisi opini sudah tercapai," ujarnya(rdl/pri/c9/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Adrianus: Jangan Pojokkan Densus


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler