Pengadaan Pesawat Presiden Ditinjau Lagi

Tetap Beli, Khawatir Markup

Kamis, 23 September 2010 – 05:16 WIB

JAKARTA - Dampak kritik dan protes publik terhadap anggaran gendut untuk kunker menjalar ke mana-manaRencana pembelian pesawat kepresidenan yang sudah deal pun akan dievaluasi lagi.

Sejumlah anggota Komisi II DPR menyatakan akan mengklarifikasi harga pengadaan pesawat kepresidenan yang telah disepakati dengan pemerintah itu

BACA JUGA: KPK Lacak Aset Terkait Kasus Langkat

Mereka ingin mencegah pemborosan, bahkan markup, dalam proses pembelian pesawat 737?800 Boeing Business Jet 2 yang telah dipatok dengan harga USD 85,4 juta atau sekitar Rp 800 miliar tersebut.

"Kalau ternyata memang ada harga yang lebih bagus, mengapa harus segitu," kata Akbar Faisal, anggota komisi II dari Partai Hanura, di gedung DPR, Senayan, kemarin (22/9)
Menurut Akbar, daftar harga pesawat sangat terbuka sehingga gampang diakses dan dibandingkan

BACA JUGA: Adrianus: Jangan Pojokkan Densus

"Kalau ternyata benar, ada yang cuma USD 70 juta, ayo minta lagi direvisi."

Sebelumnya, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyebut harga USD 85,4 juta itu terlalu tinggi
Mereka menengarai adanya potensi markup

BACA JUGA: Usulkan Soeharto dan Gus Dur Pahlawan Nasional

"Seorang kaya di India membeli pesawat dengan tipe yang sama dan interior lengkap hanya seharga USD 70 juta," ungkap Koordinator Advokasi dan Investigasi Seknas FITRA Uchok Sky Khadafi membeberkan hasil investigasinya.

Selain menyoroti anggaran yang diajukan, Uchok menyesalkan proyek pengadaan pesawat di tengah kondisi negara yang masih terpuruk"Ketika sepertiga APBN digunakan untuk membayar utang dan masih banyak orang miskin, ironisnya mereka malah membeli pesawat kepresidenan," kritik Uchok.

Namun, para anggota DPR  berpandangan, pengadaan pesawat kepresidenan tetap akan dilakukan.  Akbar Faisal menilai pesawat khusus itu memang diperlukanIni untuk memperlancar kegiatan kunjungan presiden, baik dalam maupun luar negeriItu juga lebih efisien daripada mencarter pesawat"Supaya tidak selalu merepotkan banyak orangSetiap presiden datang ke bandara seakan dunia mau kiamat," ujar Akbar.

Anggota Komisi II dari FPDIP Arif Wibowo mengatakan, awalnya, DPR memang sempat mempersoalkan rencana pembelian pesawat tersebutPemicunya, jelas dia, DPR belum mendapatkan penjelasan detail tentang potensi efisiensi (kalau beli pesawat) jika dibandingkan dengan mencarterBegitu juga halnya dengan spesifikasi pesawat kepresidenan tersebut"Setelah mendapat penjelasan secara menyeluruh, akhirnya bisa menerima," katanya.

Mengenai kemungkinan harga pesawat yang sebenarnya jauh lebih murah, Arif meminta FITRA menyampaikan informasi tersebut ke Komisi II DPRTermasuk data pembanding mengenai spesifikasi keamanan dan fasilitas dalam pesawat yang dibeli seorang kaya di India dengan pesawat kepresidenan"Kalau harganya berbeda, tentu akan kami pertanyakanMengapa orang India itu bisa membeli lebih murah, sedangkan kita tidak," tegas Arif, serius.

Terpisah, Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap menegaskan tidak ada yang salah dengan pengadaan pesawat kepresidenan"Kita memang butuh itu," katanyaDia meyakini pengadaan pesawat kepresidenan itu secara alamiah akan efektif membatasi jumlah peserta rombongan presidenSebab, desain interior pesawat kepresidenan akan berbeda dari pesawat carter, apalagi komersial, seperti selama iniIni akan berimplikasi terhadap kapasitas kursi yang tersedia bagi penumpang.

"Kalau kapasitasnya diubah menjadi eksekutif, paling banyak 20 seatRombongan presiden jadi lebih sedikitKalau banyak kursi, terus terlihat kosong, semua mau ikut," ujar politikus  Partai Golkar itu, lantas tersenyumDengan rombongan yang tidak terlalu besar, lanjut Chairuman, anggaran perjalanan presiden, baik ke dalam maupun ke luar negeri, akan bisa lebih dihemat"Selain itu, kapan pun presiden mau berangkat, pesawat selalu tersedia," tambahnya.

Belakangan ini, anggaran kunker presiden ke luar negeri memang mendapatkan sorotanSebab, anggaran itu menempati urutan teratas paling besar jika dibandingkan dengan kementerian dan lembaga lain, termasuk DPRFITRA dalam laporannya menyebut pada periode 2004-2009, perjalanan presiden ke luar negeri menelan dana Rp 813,79 miliar.

Pada periode kedua ini, jumlahnya bakal membengkakSebab, pada tahun pertama saja, 2010, presiden menghabiskan Rp 179,03 miliarUntuk 2011, Setneg telah mengajukan anggaran Rp 180,865 miliar(pri/c3/tof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wako Tomohon Bisa Seret Tersangka Lain


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler