Latisha Luna, Wakil Indonesia di Ajang WSC 2017 di Hanoi, Keren!

Senin, 24 Juli 2017 – 20:00 WIB
Latisha Luna (kanan). Foto: Mesya Mohammad/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Perangkat teknologi tak selamanya membawa dampak negatif bagi siswa. Penggunaan gadget bisa membawa arah positif bagi siswa, seperti yang dialami Latisha Luna.

Peraih empat medali emas, dua perak, dan tropi juara global round dalam ajang World Scholar's Cup (WSC) 2017 di Hanoi, Vietnam, ini mengaku sangat mengakrabi gadget dan perangkat teknologi lainnya.

BACA JUGA: Luar Biasa, Pelajar Indonesia Sabet 63 Medali di World Scholars Cup

Namun, perangkat teknologi itu digunakannya untuk memerkaya pengetahuannya di bidang sains dan Bahasa Inggris.

Siswa yang baru sepekan lebih duduk di kelas VII ini hanya belajar otodidak dari Youtube. "Sejak kelas 1 SD saya sudah senang bahasa Inggris. Kebetulan di Global Sevilla School wajib berbahasa Inggris," ujarnya di Jakarta, Senin (24/7).

BACA JUGA: Indonesia Utus 12 Siswa Ikut Olimpiade Matematika di India

Uniknya, di dalam keluarga Latisha tidak ada yang bisa berbahasa Inggris aktif. Sehari-hari, siswa berkacamata ini menggunakan Bahasa Indonesia di rumah. Latisha bisa bebas berbahasa Inggris saat berada di sekolah.

Kemampuan bahasa Inggris Latisha makin terasah dengan sering melihat youtube. Tidak hanya itu, sulung dari dua bersaudara ini bisa piawai menulis secara otodidak lewat Youtube dan informasi di internet.

BACA JUGA: Ini Syarat Kurikulum 2013 Bisa Berjalan Baik

Karena kemampuannya itulah Latisha terpilih mewakili Indonesia dalam ajang WSC 2017 di Hanoi, Vietnam. Dan, itu kompetisi pertama yang diikuti Latisha.

Selain berprestasi di bidang akademik, Latisha juga jawara sepatu roda tingkat dunia di Korea. Walaupun seabrek kegiatan, Latisha ternyata masih punya waktu bermain. Biasanya dia bisa main dengan teman-temannya saat tidak ada latihan debat.

Robertus Budi Setiono, Direktur Sekolah Global Sevilla, menambahkan, para siswa diajarkan berdebat untuk menguji teori-teori lewat kemampuan intelektualnya. Sisi positifnya, siswa tidak saling mem-bully dan karakter positifnya terbentuk.

"Kalau ada masalah yang diperdebatkan, ayo diuji dalam debat intelektual. Jadi bukan cuma debat tanpa dasar jelas. Semuanya bisa diuji dan diselesaikan dalam debat yang landasannya kemampuan intelektual," tandas anggota Dewan Pendidikan Jakarta Timur ini. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Peserta IPhO Bakal Menginspirasi Jutaan Siswa Indonesia


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler