LBH Jakarta Bakal Ajukan Judicial Review UU ITE

Minggu, 23 Februari 2014 – 17:34 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mempertanyakan penggunaan  Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang belakangan banyak dimanfaatkan oleh pemangku kekuasaan terhadap masyarakat yang melayangkan kritik.

Menurut Ray, ini sama saja dengan melakukan pembunuhan terhadap kebebasan berpendapat. Menurutnya, masyarakat berhak menuliskan apapun dalam akun pribadinya di jejaring sosial.

BACA JUGA: Capres-Cawapres Jawa Paling Diminati

"Ini seperti mematikan daya kritis masyarakat. Mereka melihat ada penyimpangan, harusnya ini dijadikan masukan bukan dipolisikan," ujar Ray dalam diskusi di Jakarta Pusat, Minggu, (23/2).

Ray mengimbau agar pihak kepolisian yang menerima laporan pejabat berkaitan Undang-Undang ITE juga harus bersikap adil. Menurutnya, polisi cenderung lebih cepat memproses pelaporan, jika itu diadukan oleh pejabat. 

BACA JUGA: Hatta Perintahkan DPW dan DPD Siapkan Saksi di Setiap TPS

Dia meminta agar polisi harus benar-benar memiliki bukti sehingga tidak terkesan mengikuti keinginan pejabat semata. "Kalau di polisi, pejabat yang lapor cepat sekali penanganannya. Harus fair dong, tidak bisa pilih-pilih," kata Ray.

Sementara itu, Peneliti Indonesia Budget Center(IBC)  Apung Widadi mengungkapkan Undang-undang ITE ini belakangan dipakai pemegang kekuasaan untuk melakukan kriminalisasi terhadap pers, aktivis maupun masyarakat yang kritis. Ia menyatakan, harus ada yang jeli melihat penggunaan undang-undang tersebut.

BACA JUGA: SBY Dianggap Tularkan Virus Somasi

"Ini jadinya semacam kriminalisasi. Kita prihatin dan kritis terhadap hal yang kita anggap salah malah dikriminalisasi dengan UU ITE," kata Apung yang juga menjadi korban dari kriminalisasi melalui UU ITE tersebut.

Melihat kondisi ini, Apung menyatakan sejumlah aktivis di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta akan mengajukan judicial review di Mahkamah Konstitusi agar sejumlah pasal di UU ITE dapat direvisi karena berpotensi disalahgunakan. Penafsiran yang salah atas undang-undang ini, menurutnya, membuat hak publik untuk menulis di akun pribadi jejaring sosial menjadi dibatasi.

"Dulu pasal 28 dalam UU ITE dua kali di judicial review oleh teman LBH Jakarta ke MK, tapi smuanya ditolak. Nah ini sedang diupayakan lagi ada judicial review lagi. Tapi belum tahu untuk pasal apa," tandas Apung. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sosok Iberamsjah di Mata Marzuki Alie


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler