LBH Pajak dan Cukai Ragukan Kebenaran Pernyataan Menkeu

Selasa, 05 Januari 2016 – 01:44 WIB
Bambang Brodjonegoro. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pajak dan Cukai Nelson Butarbutar meyakini penerimaan pajak tahun 2015 kurang dari Rp1.048 triliun, bukan Rp1.110, 4 triliun seperti yang dinyatakan Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro, 28 Desember 2015 lalu.

"Kami meragukan kebenaran pernyataan Menkeu itu. Apalagi, Menkeu memakai kata 'penerimaan'. Itu artinya, penerimaan riil Dirjen Pajak yang sudah disetorkan oleh wajib pajak," kata Nelson, Senin (4/1).

BACA JUGA: Huh, Klaim Menkeu Soal Penerimaan Pajak kok Bikin Bingung sih

Saat itu lanjutnya, Bambang mengklaim, meski belum mencapai target APBNP 2015 sebesar Rp1.294,26 triliun tapi dia bangga lantaran capaian tersebut merupakan rekor penerimaan pajak tertinggi, melebihi realisasi penerimaan pajak tahun-tahun sebelumnya.

Selain itu ujarnya, Bambang juga mengatakan kekurangan penerimaan pajak Rp98 triliun untuk bisa mencapai penerimaan hingga 85 persen atau setara Rp1.098 triliun akan dipenuhi dari sektor pajak non migas, PPh migas, bea dan cukai. Menkeu juga memperkiraan penerimaan pajak hingga akhir tahun 2015 akan mencapai angka 85,8 persen atau setara dengan Rp1.110, 4 triliun.

BACA JUGA: Politikus NasDem Dukung Pembangunan Listrik Tenaga Nuklir

"Kalau pernyataan Bambang Itu benar, berarti ada 'selisih penerimaan pajak' Rp333, 9 triliun yang 'bisa ditarik' hanya dalam tempo kurang dari satu bulan oleh Plt Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi yang menggantikan Sigit Priadi Pramudito," tutur Nelson.

LBH Pajak dan Cukai meragukan, apakah benar data dari Menkeu itu? "Hanya dalam tempo sebulan minus libur nasional bisa tercapai penerimaan pajak seperti klaim Menkeu?" tanya Nelson.

BACA JUGA: Nanti Malam pukul 00:00, Pemerintah Turunkan Harga BBM

Menurut Nelson, tingginya penerimaan pajak bulan Desember dibanding dengan bulan-bulan sebelumnya, karena beberapa hal. "Pertama, dilakukan penerimaan ijon dari pajak penghasilan (PPh) badan yang terdiri dari PPh 21/26, PPh 22 impor, PPh 23 Jasa, PPh 25/29 serta ijon wajib pajak per orangan yang pembayaran bulan Desember akan dikreditkan pada saat melakukan tax amnesty yang sedang berdengung kencang saat ini," ungkapnya.

Kedua lanjutnya, di bulan Desember belum ada rekonsiliasi penerimaan antara Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berupa royalti dengan penerimaan pajak. "Itu artinya bisa saja terjadi penerimaan royalty kemudian dibukukan sebagai penerimaan pajak," jelasnya.

Ketiga imbuhnya, belum bisa dipastikan angka penerimaan yang sesungguhnya sebab sistem informasi di DJP tidak aktif sejak 18 Desember 2015.

Setelah dikaji berdasar data publik lanjut Nelson, bahwa penerimaan pajak yang sesungguhnya mendekati kebenaran faktual, namun dengan tetap masih terpengaruh pada berbagai indikasi tersebut, sesungguhnya tetap kurang dari Rp1.048 triliun.

"Kami yakin sampai tanggal 31 Desember 2015 jam 22.40 WIB penerimaan pajak adalah kurang dari Rp1.048 triliun. Itu setara dengan 80,98 persen dari target yang ditetapkan oleh pemerintah bersama DPR RI. Angka itu sudah termasuk seluruh PPh minyak dan gas bumi," tegasnya.

Penggunaan kata 'kurang dari' ujarnya, karena angka itu diduga kuat karena masih mengikut-sertakan penerimaan PNBP yang dibukukan sebagai penerimaan pajak.

Pernyataan Menkeu terkait penerimaan PPh bulan Desember 2015 menurut Nelson, baru akan disetorkan oleh WP pada tanggal 10 bulan Januari 2016 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) disetor WP pada tanggal 30 bulan berikutnya.

"Artinya, selain penerimaan yang dikatakan Menkeu pada tanggal 28 Desember 2015, berarti ada lagi jumlah penerimaan PPh dan PPN yang belum dimasukkan? Atau, bagaimana sebenarnya maksud dari pernyataan pak Menkeu?" pungkasnya.(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pukul 00:00, Harga Premium Resmi Turun, Luar Jamali Lebih Murah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler