jpnn.com, SEMARANG - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang meminta Polri untuk mengusut tuntas kasus penembakan oknum polisi terhadap dua pelajar di Semarang, di mana salah satu korban meninggal dunia.
Korban terkena tembakan di bagian pinggul sampai peluru menembus tubuh, sementara lainnya harus dirawat di Rumah Sakit Dr. Kariadi Kota Semarang.
BACA JUGA: Polisi Gelar Prarekonstruksi Penembakan Siswa SMKN 4 Semarang, Kok Tidak di Depan Paramount Village?
"Penembakan ini bermula ketika Korban sedang mengendarai motor pada Sabtu, 24 November 2024 di sekitar Perumahan Paramount, Kalipancur Semarang Barat. Pada saat itu, korban tidak sengaja menyenggol motor aparat kepolisian, tak terima disenggol polisi tersebut mengeluarkan pistol dan menembak korban. Korban sempat dilarikan ke Rumah Sakit Kariadi, setelah beberapa jam kemudian korban dinyatakan meninggal dunia," kata Direktur LBH Semarang Syamsuddin Arief dalam keterangannya, Selasa (26/11).
Syamsuddin mengatakan Kapolrestabes Semarang langsung menanggapi peristiwa penembakan tersebut dan mengatakan hal itu merupakan bagian dari penanganan tawuran. Kapolrestabes lalu meminta masyarakat mendukung tindakan kepolisian tersebut.
BACA JUGA: Bripka R Penembak Siswa SMKN 4 Semarang Disebut Pakai Narkoba, Kombes Irwan Bilang Begini
"Polisi menyebut bahwa korban merupakan anggota geng Tanggul Pojok yang sedang melakukan tawuran di Semarang Barat," kata dia.
Menurut Syamsuddin, tuduhan polisi ini berbeda dengan kesaksian keluarga, guru, teman, warga sekitar dan satpam perumahan tempat kejadian.
BACA JUGA: IPW Minta Masyarakat Menunggu Hasil Penyelidikan Kasus Penembakan di Semarang
LBH Semarang berusaha mencari kesaksian lain dari beberapa pihak. Dari beberapa pihak itu menyebutkan bahwa menurut keluarga, guru, dan teman korban, mereka adalah murid baik dan berprestasi dan tergabung dalam Paskibraka, sehingga tidak mungkin melakukan tawuran.
Selain itu, satpam dan warga sekitar juga mengatakan bahwa hari itu tidak ada tawuran di daerah tersebut.
Potret tindakan sewenang-wenang aparat dengan menggunakan senjata api tidak hanya sekali terjadi, baru-baru ini polisi juga diberitakan melakukan penembakan antarsesama anggota kepolisian hingga menyebabkan korban jiwa yang terjadi di Solok Selatan. Pada 2023 polisi juga melakukan penembakan terhadap masa aksi demonstrasi penolakan daerah otonomi baru (DOB) di Papua Kabupaten Yahukimo, dua orang masa aksi meninggal dunia akibat penembakan tersebut," kata dia.
Pada 2022 di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah polisi juga diberitakan telah melakukan penembakan terhadap masa aksi demonstrasi menolak izin tambang PT Trio Kencana yang mengakibatkan seorang demonstrasi meninggal dunia. Peristiwa lain yang sampai sekarang belum mendapat kebenaran dan keadilan adalah 131 korban meninggal Kanjuruhan.
"Kapolres Semarang dan seluruh Polisi di Indonesia perlu tahu dan disadarkan bahwa tindakan penembakan sewenang-wenang hingga merenggut nyawa manusia tidak bisa dibenarkan dengan alasan apa pun dan terhadap siapa pun," kata Syamsuddin.
Pembunuhan yang dilakukan oleh aparat kepolisian jelas telah bertentangan dengan Pasal 6 UU No. 12 Tahun 2005 Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik yang menyatakan setiap orang mempunyai hak hidup, bahwa hak hidup merupakan hak yang dilindungi oleh hukum, dan bahwa tidak seorang pun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang-wenang.
Oleh karena itu, LBH Semarang menutut perubahan secara serius sistem dan aturan kepolisian untuk melindungi hak-hak masyarakat.
"Menuntut pengusutan kasus yang transparan dan berkeadilan bagi korban dengan menghukum pelaku seberat-beratnya," kata Syamsuddin.
LBH Semarang juga meminta kepada Komnas HAM, LPSK, Ombudsman, Kompolnas untuk terlibat dan melindungi keluarga, teman, pihak sekolah dan saksi-saksi lainnya. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Prarekonstruksi Polisi Tembak Siswa SMKN 4 Semarang, Ada 3 Lokasi
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga